Tuesday, May 28, 2013

Teori Konseling Psikoanalisis



A.    Biografi singkat
Sigmund Freud
Sigmund freud merupakan ilmuwan asal Austria yang mendirikan aliran psikoanalisis dalam psikologi. Sigmund freud lahir di Freiberg Moravia yang sekarang terkenal dengan Republic Ceko. Beliau lahir pada tanggal 6 Mei 1856. Freud banyak menerbitkan berbagai buku, dan banyak menemukan teori-teori tentang psikologi. Menurut Freud kehidupan jiwa memiliki tiga tingkatan kesadaran yakni sadar, prasadar, dan tak sadar.
Dikutip dari buku Personality Theories: An Introduction oleh Dr. C. George Boeree dari Psychology Department Shippensburg University tahun 1997]


 B.     Prinsip Dasar
1.      Pandangan tentang sifat manusia
Pandangan Freudian tentang sifat manusia pada dasarnya pesimistik,deterministik, mekanistik, dan reduksionistik. Menurut Freud, manusia dideterminasi oleh kekuatan-kekuatan irasional, motivasi-motivasi tak sadar, kebutuhan-kebutuhan dan dorongan-dorongan biologis dan naluriah, dan oleh peristiwa-peristiwa psikoseksual yang terjadi selama lima tahun pertaman dari kehidupan.
Manusia dipandang sebagai system-sistem energi. Menurut pandangan Freudian yang ortodoks, dinamika kepribadian terdiri dari cara-cara energy psikis dibagikan kepada id, ego, dan superego. Karena energy psikis itu terbatas, maka saru system memegang kendali atas energi yang tersedia sambil mengorbankan dua sistem yang lainnya. Tingkah laku dideterminasi oleh energi psikis.
Freud juga menekankan peran naluri-naluri. Segenap naluri bersifat bawaan dan biologis. Freud menekankan naluri-naluri seksual dan impuls-impuls agresif. Ia melihat tingkah laku sebagai dideterminasi oleh hasrat memperoleh kesenangan dan menghindari kesakitan. Manusia memiliki naluri-naluri kehidupan maupun naluri-naluri kematian. Menurut Freud, tujuan segenap kehidupan adalah kematian; kehidupan tidak lain adalah jalan melingkar ke arah kematian.
a.       Kesadaran dan ketidaksadaran
Barangkali sumbangan-sumbangan Freud terbesar adalah konsep-konsepnya tentang kesadaran dan ketaksadaran yang merupakan kunci-kunci untuk memahami tingkah laku dan masalah-masalah kepribadian. Ketaksadaran tidak bisa dipelajari secara langsung ia bisa dipelajari dari tingkah laku. Pembuktian klinis guna membuktikan konsep ketaksadaran mencakup:
1)      Mimpi-mimpi yang merupakan representasi-representasi simbolik dari kebutuhan-kebutuhan, hasrat-hasrat dan konflik-konflik tak sadar;
2)      Salah ucap atau lupa misalnya terhadap nama yang dikenal
3)      Sugesti-sugesti pascahipnotik
4)      Bahan-bahan yang berasal dari teknik-teknik asosiasi bebas
5)      Bahan-bahan yang berasal dari teknik-teknik proyektif
Bagi Freud kesadaran merupakan bagian terkecil dari keseluruhan jiwa. Seperti gunung es yang mengapung yang bagian terbesarnya berada di bawah permukaan air, bagian jiwa yang terbesar berada dibawah permukaan kesadaran. Ketaksadaran itu menyimpan pengalaman-pengalaman, ingatan-ingatan, dan bahan-bahan yang direpresi. Kebutuhan-kebutuhan dan motivasi-motivasi yang tidak bisa dicapai yakni terletak di luar kesadaran juga berada di luar daerah kendali. Freud juga percaya bahwa sebagian besar fungsi psikologis terletak di luar kawasan kesadaran. Oleh karena itu, sasaran terapi psikoanalitik adalah membuat motif-motif tak sadar menjadi disadari sebab hanya ketika menyadari motif-motifnyalah individu bisa melaksanakan pilihan. Pemahaman terhadap peran ketaksadaran itu penting guna menangkap esensi model tingkah laku psikoanalitik. Meskipun di luar kesadaran, ketaksadaran mempengaruhi tingkah laku. Proses-proses tak sadar adalah akar segenap gejala dan tingkah laku neurotik Darl perspektif ini, “penyembuhan” adalah upaya menyingkap makna gejala-gejala, sebab-sebab tingkah laku, dan bahan-bahan yang direpresi yang merintangi fungsi psikologis yang sehat.
b.      Kecemasan
Hal yang mengesensial untuk memahami pandangan psikoanalitik tentang sifat manusia adalah memahami konsep kecemasan. Kecemasan adalah suatu keadaan tegang yang memoyivasi kita untuk berbuat sesuatu. Fungsinya adalah memperingatkan adanya ancaman bahaya yakni sinyal bagi ego yang akan terus meningkat jika tindakan-tindakan yang layak untuk mengatasi ancaman bahaya itu tidak diambil. Apabila tidak bisa mengendalikan kecemasaan melalui cara-cara yang rasional dan langsung, maka ego akan mengendalikan cara-cara yang tidak realistis, yakni tingkah laku yang berorientasi pada pertahanan ego.
Ada tiga macam kecemasan: kecemasan realistis, kecemasan neurotik, dan kecemasan moral. Kecemasan realistis adalah ketakutan terhadap bahaya dari dunia eksternal, dan taraf kecemasannya sesuai dengan derajat ancaman yang ada. Kecemasan neurotik adalah ketakutan terhadap tidak terkendalinya naluri-naluri yang menyebabkan seseorang melakukan suatu tindakan yang bisa mendatangkan hukuman bagi dirinya. Kecemasan moral adalah ketakutan terhadap hati nurani sendiri. Orang yang hati nuraninya berkembang baik cenderung merasa berdosa apabila dia melakukan sesuatu yang verlawanan dengan kode moral yang dimilikinya.
c.       Mekanisme-mekanisme pertahanan ego
Apabila para konselor menangani resisten-resisten dan pertahanan-pertahanan, maka pemahaman atas sifat dan fungsi pertahanan-pertahanan ego menjadi penting. Mekanisme-mekanisme pertahanan ego itu tidak selalu patologis, dan bisa memiliki nilai penyesuaian jika tidak menjadi suatu gaya hidup untuk menghindari kenyataan. Mekanisme-mekanisme pertahanan yang digunakan oleh individu bergantungpada taraf perkembangan dan derajat kecemasan yang dialaminya. Mekanisme-mekanisme pertahanan sama-sama memiliki dua ciri: menyangkal atau mendistorsi kenyataan, dan beroperasi pada taraf tak sadar. Teori reud adalah model pengurangan ketegangan atau sistem homeostatis. Berikut ini penjabaran-penjabaran singkat mengenai beberapa bentuk mekanisme pertahanan ego :
1)      Penyangkalan: pertahanan melawan kecemasan dengan “menutup mata” terhadap keberadaan kenyataan yang mengancam. Individu menolak sejumlah aspek kenyataan yang membangkitkan kecemasan. Kecemasan atas kematian orang yang dicintai, misalnya, sering dimanifestasikan oleh penyangkalan terhadap fakta kematian.  Dalam peristiwa-peristiwa tragis seperti perang atau bencana-bencana yang lainnya, orang-orang sering berkecenderungan membutakan diri terhadap kenyataan-kenyataan yang terlalu menyakitkan untuk diterima.
2)      Proyeksi: mengalamatkan sifat-sifat tertentu yang tidak bisa diterima oleh ego kepada orang lain. seseorang melihat pada diri orang lain hal-hal yang tidak disukai dan ia tidak bisa menerima adanya hal-hal itu pada diri sendiri. Jadi, dengan proyeksi seseorang akan mengutuk orang lain karena “kejahatannya” dan menyangkal memiliki dorongan jahat seperti itu. Untuk menghindari kesakitan karena mengakui bahwa di dalam dirinya terdapat dorongan yang dianggapnya jahat, ia memisahkan diri dari kenyataan ini.
3)      Fiksasi maksudnya adalah menjadi “terpaku” pada tahap-tahap perkembangan yang lebih awal karena mengambil langkah ke tahap selanjutnya bisa menimbulkan kecemasan. Anak yang terlalu bergantung menunjukkan pertahanan berupa fiksasi;kecemasan menghambat si anak belajar mandiri.
4)      Regresi: melangkah mundur ke fase perkembangan yang lebih awal yang tuntutan-tuntutannya tidak terlalu besar. Contohnya seorang anak yang takut sekolah memperlihatkan tingkah laku infantile seperti menangis,menghisap ibu jari,bersembunyi, dan menggantungkan diri pada guru. Atau ketika adiknya lahir, seorang anak kembali menunjukkan bentuk-bentuk tingkah laku yang kurang matang.
5)      Rasionalisasi: menciptakan alasan-alasan yang “baik” guna menghindarkan ego dari cedera; memalsukan diri sehingga kenyataan yang mengecewakan menjadi tidak begitu menyakitkan. Orang yang tidak memperoleh kedudukan mengemukakan alasan, mengapa dia begitu senang tidak memperoleh kedudukan yang sesungguhnya diinginkannya. Atau seorang pemuda yang ditinggalkan kekasihnya, guna menyembuhkan ego-nya yang terluka ia menghibur diri bahwa si gadis tidak berharga dan bahwa dirinya memang akan menendangnya.
6)      Sublimasi: menggunakan jalan keluar yang lebih tinggi atau yang secara sosial lebih dapat diterima bagi dorongan-dorongannya. Contohnya dorongan agresif yang ada pada seseorang disalurkan ke dalam aktifitas bersaing di bidang olah raga sehingga dia menemukan jalan bagi pengungkapan perasaan agresifnya, dan sebagai tambahan dia bisa memperoleh imbalan apabila berprestasi di bidang oleh raga itu.
7)      Displacement: mengarahkan kepada objek atau orang lain apabila objek asal atau orang yang sesungguhnya, tidak bisa dijangkau. Seseorang anak yang ingin menendang orang tuanya kemudian menendang adiknya atau jika adiknya tidak ada,menendang kucing.
8)      Represi: meluapkan isi kesadaran yang traumatis atau bisa membangkitkan kecemasan, mendorong kenyataan yang tidak bisa diterima kapada ketaksadaran atau menjadi tidak menyadari hal-hal yang menyakitkan. Represi yang merupakan salah satu konsep Freud yang paling penting menjadi basis bagi banyak pertahanan ego lainnya dan bagi gangguan-gangguan neurotic.
9)      Formasi reaksi: melakukan tindakan yang berlawanan dengan hasrat-hasrat tak sadar; kija perasaan-persaan yang lebih dalam menimbulkan ancaman maka seseorang menampilkan tingkah laku yang berlawanan guna menyangkal perasaan-perasaan yang bisa menimbulkan ancaman itu. Contohnya seorang ibu yang memiliki perasaan menolak terhadap anaknya karena adanya perasaan berdosa ia menampilkan tingkah laku yang sangat berlawanan, yakni terlalu melindungi atau “terlalu mencintai” anaknya. Orang yang menunjukkan sikap menyendangkan yang berlebihan atau terlalu baik boleh jadi berusaha menutupi kebencian dan perasaan –perasaan negatifnya.
C.    Konsep Dasar
1.    Struktur kepribadian
Menurut pandangan psikoanalitik, struktur kepribadian terdiri dari tiga sistem:id, ego, dan superego. Ketiganya adalah nama bagi proses-proses psikologis dan jangan dipikirkan sebagai agen-agen yang secara terpisah mengoperasikan kepribadian; merupakan fungsi-fungsi kepribadian sebagai keseluruhan ketimbang sebagai tiga bagian yang terasing satu sama lain. Id adalah komponen biologis, ego adalah komponen psikologis, sedangkan superego merupakan komponen sosial.
a.      Id
Id adalah system kepribadian yang orisinil: kepribadian setiap orang hanya terdiri dari id ketika dilahirkan. Id merupakan tempat bersemayam naluri-naluri. Id kurang terorganisasi, buta, menuntut, dan mendesak. Seperti kawah yang terus mendidih dan bergolak, id tidak bias menoleransi tegangan, dan bekerja untuk melepaskan tegangan itu sesegera mungkin serta untuk mencapai keadaan homeostatic. Dengan diatur oleh asas kesenangan yang diarahkan pada pengurangan tegangan, penghindaran kesakitan, dan perolehan kesenangan, id bersifat tidak logis, amoral, dan didorong oleh satu kepentingan: memuaskan kebutuhan-kebutuhan naluriah sesuai dengan asas kesenangan. Id tidak pernah matang dan selalu menjadi anak manja dari kepribadian, tidak berpikir, dan hanya menginginkan atau bertindak. Id bersifat tak sadar.

b.      Ego
Ego memiliki kontak dengan dunia eksternal dari kenyataan. Ego adalah eksekutif dari kepribadian yang memerintah, mengendalikan, dan mengatur. Sebagai “polisi lalu lintas” bagi id, superego,dan dunia eksternal, tugas utama ego adalah mengantarai naluri-naluri dengan lingkungan sekitar. Ego mengendalikan kesadaran dan melaksanakan sensor. Dengan diatur oleh asas kenyataan,ego berlaku realitas dan berpikir logis serta merumuskan rencana-rencana tindakan bagi pemuasan kebutuhan-kebutuhan. Apa hubungan antara ego dan id? Ego adalah tempat bersemayam intelegensi dan rasionalitas yang mengawasi dan mengendalikan impuls-impuls buta dari id. Sementara id hanya menganal kenyataan subjektif, ego memperbedakan bayangan-bayangan mental dengan hal-hal yang terdapat di dunia eksternal.
c.       Superego
Superego adalah cabang moral atau hukum dari kepribadian. Superego adalah kode moral individu yang urusan utamanya adalah apakah suatu tindakan baik atau buruk, benar atau salah. Superego merepresentasikan hal yang ideal alih-alih hal yang riil, dan mendorong bukan kepada kesenangan, melainkan kepada kesempurnaan. Superego merepresentasikan nilai-nilai tradisional dan ideal-ideal masyarakat yang diajarkan oleh orang tua kepada anak. Superego berfungsi menghambat impuls-impuls id. Kemudian, sebagai internalisasi standar-standar orang tua dan masyarakat, superego berkaitan dengan imbalan-imbalan dan hukuman-hukuman. Imbalan-imbalannya adalah perasaan-perasaan bangga dan mencintai diri, sedangkan hukuman-hukumannya adalah perasaan berdosa dan rendah diri.
2.      Tujuan Konseling Menurut Teori Psikoanalisis
Tujuan terapi psikoanalitik adalah membentuk kembali struktur karakter individual dengan jalan membuat kesadaran yang tak disadari oleh klien. Proses terapi difokuskan pada upaya mengalami kembali pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak. Pengalaman-pengalaman masa lampau direkonstruksi, dibahas, dianalisis, dan ditafsirkan dengan sasaran merekontruksi kepribadian. Terapi psikoanalitik menekankan dimensi afektif dan upaya diketahuinya ketidaksadaran. Pemahaman dan pengertian intelektual memiliki arti penting, tetapi perasaan-perasaan dan ingatan-ingatan yang berkaitan dengan pemahaman diri jauh lebih penting(Corey,2010 : 36)
3.      Karakteristik Hubungan antara Konselor dengan Klien dalam Konseling
Hubungan klien dengan konselor dikonseptualkan dalam proses transferensi yang menjadi inti dari pendekatan psikoanalitik. Transferensi mendorong klien untuk mengalamatkan pada konselor “urusan yang tak terselesaikan”, yang terdapat dalam hubungan klien di masa lampau dengan orang yang berpengaruh.
Transferensi terjadi pada saat klien membangkitkan kembali konflik-konflik masa kecilnya yang menyangkut cita-cita, seksualitas, kebencian, kecemasan, dan dendamnya, serta membawa konflik-konflik itu ke saat sekarang, mengalaminya kembali, dan menyangkutkannya pada konselor. Klien kemungkinan memandang konselor sebagai figur di masa lalunya atau dengan kata lain sebagai figur pengganti orang lain yang berpengaruh dalam kehidupan klien.
Sebagai hasil hubungan terapi, khususnya penggarapan situasi transferensi, klien mampu memahami asosiasi antara pengalaman-pengalaman masa lampaunya dengan kehidupan sekarang. Pendekatan psikoanalitik berasumsi bahwa kesadaran diri ini bisa secara otomatis mengarah pada perubahan kondisi klien(Corey, 1995: 169).


4.      Proses Konseling
1.      Fungsi konselor
a.       Konselor berfungsi sebagai penafsir dan penganalisis
b.      Konselor bersikap anonim, artinya konselor berusaha tak dikenal klien, dan bertindak sedikit sekali memperlihatkan perasaan dan pengalamannya, sehingga klien dengan mudah dapat memantulkan perasaannya untuk dijadikan sebagai bahan analisis.
2.      Langkah-langkah yang ditempuh :
a.       Menciptakan hubungan kerja dengan klien
b.      Tahap krisis bagi klien yaitu kesukaran dalam mengemukakan masalahnya dan melakukan transferensi.
c.       Tilikan terhadap masa lalu klien terutama pada masa kanak-kanaknya
d.      Pengembangan resitensi untuk pemahaman diri
e.       Pengembangan hubungan transferensi klien dengan konselor.
f.       Melanjutkan lagi hal-hal yang resistensi.
g.      Menutup wawancara konseling

5.      Teknik-teknik Konseling
Teknik-teknik pada terapi psikoanalitik disesuaikan untuk mengingkatkan kesadaran, memperoleh pemahaman intelektual atas tingkah laku klien, dan untuk memahami makna berbagai gejala. Ada beberapa teknik dalam terapi psikoanalitik, diantaranya adalah ;
1.      Asosasi bebas
2.      Penafsiran
3.      Analisis mimpi
4.      Analisis atas resistensi
5.      Analisi atas transferensi
Berikut penjelasan mengenai beberapa teknik-teknik diatas :
1.      Asosasi bebas
Teknik utama terapi psikoanalitik adalah asosiasi bebas. Analisis meminta kepada klien agar membersihkan pikirannya dari pikiran-pikiran dan renungan-renungan sehari-hari, dan sebisa mungkin mengatakan apa saja yang melintas dalam pikirannya. Cara yang khas ialah klien berbaring di atas balai-balai, sementara analis duduk di belakangnya sehingga tidak mengalihkan perhatian klien saat asosiasi-asosiasinya mengalir bebas.
Asosiasi bebas adalah suatu metode pemanggilan kembali pengalaman-pengalaman masa lampau dan pelepasan emosi-emosi yang berkaitan dengan situasi-situasi traumatik dimasa lampau yang disebut dengan katarsis. Katarsis hanya menghasilkan peredaan sementara atas pengalaman-pengalaman klien. Katarsis mendorong klien untuk menyalurkan sejumlah perasaannya yang terpendam. Selama proses analisis bebas berlangsung, tugas analis adalah mengenali bahan yang di refresh dan dikurung dalam ketidaksadaran klien. Urutan asosiasi-asosiasi membimbing analis dalam memahami hubungsn-hubungan yang dibuat klien antara peristiwa-peristiwa yang dialaminya. Penghalangan / pengacauan oleh klien terhadap asosiasi-asosiasi merupakan isyarat bagi adanya bahan yang membangkitkan kecemasan. Analis menafsirkan bahan itu dan menyampaikannya pada klien, membimbing klien kea rah peningkatan pemahaman atas dinamika-dinamika yang mendasar.
2.      Penafsiran
Penafsiran adalah suatu prosedur dasar dalam menganalisis. Prosedurnya terdiri atas tindakan-tindakan yang menyatakan, menerangkan, bahkan mengajari klien makna-makna tingkah laku yang dimanifestasikan oleh mimipi-mimpi, asosiasi bebas, resistensi-resistensi, dan oleh hubungan terapeutik itu sendiri. Fungsi penafsiran-penafsiran adalah ego untuk mengasimilasi bahan-bahan baru dan mempercepat proses penyingkapan bahan tak sadar lebih lampau.
Analisis harus menafsirkan bahan yang belum terlihat oleh klien, tetapi yang oleh klien bisa diterima dan diwujudkan sebagai miliknya. Aturan umum lainnya adalah bahwa penafsiran harus berawal dari permulaan serta menembus hanya sedalam klien mampu menjangkaunya sementara dia mengalami situasi itu secara emosional. Selain itu, resistensi atau pertahanan baik ditunjukkan sebelum dilakukan penafsiran atas emosi / konflik yang ada dibaliknya.
3.      Analisis mimpi
Analisis mimpi adalah prosedur menyingkap bahan yang tak disadari dan memberikan klien pemahaman atas beberapa area masalah yang tidak terselesaikan. Selama tidur, pertahanan-pertahanan melemah dan perasaan yang direpresi muncul ke permukaan. Freud memandang mimpi-mimpi sebagai ”jalan istimewa menuju ketaksadaran”, sebab melalui mimpi-mimpi itu hasrat-hasrat, kebutuhan-kebutuhan dan ketakutan-ketakutan yang tidak disadari diungkapkan. Ia berpikir mimpi merupakan suatu upaya untuk memenuhi keinginan di masa kanak-kanak atau ekspresi hasrat seksual yang tidak diakui.
Mimpi mempunyai dua taraf isi; isi laten dan isi manifest. Isi laten terdiri atas motif-motif yang disamarkan, tersembunyi, simbolik, dan tak disadari. Karena begitu menyakitkan dan mengancam, dorongan-dorongan seksual dan agresif tak sadar yang merupakan isi laten ditransformasikan ke dalam isi manifest yang lebih dapat diterima, yakni sebagai impian sebagaimana yang tampil pada si pemimpi. Proses tranformasi isi laten mimpi ke dalam isi manifest yang kurang mengancam itu disebut kerja mimpi. Tugas analis adalah menyingkap makna-makna yang disamarkan dengan mempelajari simbol-simbol yang terdapat pada isi manifest mimpi. Konselor harus benar-benar sensitif terhadap dua aspek mimpi: isi manifestasi (makna yang jelas) dan isi laten (tersembunyi tetapi makna yang benar) (Jones, 1979).
4.      Analisis atas resistensi
Resistensi adalah sesuatu yang melawan kelangsungan terapi dan mencegah klien mengemukakan bahan yang tak disadari selama asosiasi bebas atau asosiasi kepada mimpi-mimpi pasien bisa menunjukkan ketidaksadaran untuk menghubungkan pemikiran-pemikiran, perasaan-perasaan, dan pengalaman-pengalaman tertentu. Resistensi ditujukan untuk mencegah bahan yang mengancam memasuki ke kesadaran, analis harus mencegah bahan yang mengancam memasuki ke kesadaran, analis harus menunjukkannya dan klien harus menghadapinya jika dia mengharapkan bisa mengangani konflik-konflik secara realistis. Penafsiran analisis atas resistensi ditujukan untuk membantu klien agar menyadari alasan-alasan yang ada di balik resistensi sehingga dia bisa menanganinya. Sebagai aturan umum, analis harus men=mbangkitkan perhatian klien dan menafsirkan resistensi-resistensi yang paling kentara guna mengurangi kemungkinan klien menolak penafsiran dan guna memperbesar kesempatan bagi klien untuk meluai melihat tingkah laku resistifnya.
5.      Analisi atas transferensi
Transferensi mengejawantahkan dirinya dalam proses terapeutik ketika, “urusan yang tak selesai” dimasa lampau klien dengan orang-orang yang berpengaruh dalam hidupnya. Analisisi transferensi adalah teknik utama dalam psikoanalisis, sebab mendorong klien untuk menghidupkan kembali masa lampaunya dalam terapi. Ia memungkinkan klien mampu memperoleh pemahaman dan menyajikan pemahaman tentang pengaruh masa lampau terhadap kehidupannya sekarang. Penafsiran hubungan transferensi juga memungkinkan klien mampu menembus konflik-konflik masa lampau yang masih dipertahankan sampai sekarang dan yang menghambat pertumbuhan emosionalnya.

6.      Kecocokan Teori Konseling Psikoanalisis untuk diterapkan di Indonesia
Teknik yang digunakan dalam konseling ini sangat menbuat klien merasa nyaman dalam proses konseling. Dengan membimbing klien melakukan asosiasi bebas, tanpa adanya konselor dihadapannya. Sehingga teori ini cocok digunakan di Indonesia, karena kebanyakan masyarakat Indonesia merasa sungkan menceritakan permasalahannya dihadapan orang lain yang dirasa asing. Dengan teknik ini klien dapat membersihkan pikirannya dari pikiran-pikiran dan renungan-renungan sehari-hari, dan sebisa mungkin mengatakan apa saja yang melintas dalam pikirannya, sementara konselor duduk di belakangnya sehingga tidak mengalihkan perhatian klien saat asosiasi-asosiasinya mengalir bebas, demikian juga dengan teknik-teknik yang lain dalam teori ini.
Menurut pendapat kami, metode konseling psikoanalisis cocok diterapkan di Indonesia. Karena metode ini menggunakan teknik “sembunyi-sembunyi” dimana klien tidak menganggap bahwa yang sesungguhnya diajak berdiskusi adalah seorang konselor. Dengan demikian klien akan lebih bebas mengungkapkan masalahnya karena klien tidak menganggap konselor sebagai “orang lain”. Dengan  pola hubungan seperti itulah tujuan-tujuan dari konseling akan dapat dicapai melalui keahlian konselor yang mampu menciptakan suasana konseling yang tidak terasa bahwa klien sebenarnya sedang “dikonseling” dengan menggunakan teknik-teknik konseling yang cocok.sehingga masalah klien dapat diketahui secara mendalam dan pada akhirnya masalah klien dapat diselesaikan dengan cara mengembalikan klien dari kondisi tidak sadar menjadi sadar sehingga klien dapat menata kembali kehidupannya yang mungkin sebelumnya “berantakan” dan menjadi penghalang bagi kehidupanya sekarang.


No comments:

Post a Comment