A.
Biografi singkat
Sigmund Freud
Sigmund freud merupakan ilmuwan asal Austria yang mendirikan
aliran psikoanalisis dalam psikologi. Sigmund freud lahir di Freiberg Moravia
yang sekarang terkenal dengan Republic Ceko. Beliau lahir pada tanggal 6 Mei
1856. Freud banyak menerbitkan berbagai buku, dan banyak menemukan teori-teori
tentang psikologi. Menurut Freud kehidupan jiwa memiliki tiga tingkatan
kesadaran yakni sadar, prasadar, dan tak sadar.
Dikutip
dari buku Personality Theories: An Introduction oleh Dr. C. George Boeree dari
Psychology Department Shippensburg University tahun 1997]
B.
Prinsip Dasar
1. Pandangan tentang sifat manusia
Pandangan
Freudian tentang sifat manusia pada dasarnya pesimistik,deterministik,
mekanistik, dan reduksionistik. Menurut Freud, manusia dideterminasi oleh
kekuatan-kekuatan irasional, motivasi-motivasi tak sadar, kebutuhan-kebutuhan
dan dorongan-dorongan biologis dan naluriah, dan oleh peristiwa-peristiwa
psikoseksual yang terjadi selama lima tahun pertaman dari kehidupan.
Manusia
dipandang sebagai system-sistem energi. Menurut pandangan Freudian yang
ortodoks, dinamika kepribadian terdiri dari cara-cara energy psikis dibagikan
kepada id, ego, dan superego. Karena energy psikis itu terbatas, maka saru
system memegang kendali atas
energi yang tersedia sambil mengorbankan dua sistem yang lainnya. Tingkah laku
dideterminasi oleh energi psikis.
Freud juga menekankan peran naluri-naluri. Segenap naluri
bersifat bawaan dan biologis. Freud menekankan naluri-naluri seksual dan
impuls-impuls agresif. Ia melihat tingkah laku sebagai dideterminasi oleh
hasrat memperoleh kesenangan dan menghindari kesakitan. Manusia memiliki
naluri-naluri kehidupan maupun naluri-naluri kematian. Menurut Freud, tujuan
segenap kehidupan adalah kematian; kehidupan tidak lain adalah jalan melingkar
ke arah kematian.
a.
Kesadaran dan ketidaksadaran
Barangkali
sumbangan-sumbangan Freud terbesar adalah konsep-konsepnya tentang kesadaran
dan ketaksadaran yang merupakan kunci-kunci untuk memahami tingkah laku dan
masalah-masalah kepribadian. Ketaksadaran tidak bisa dipelajari secara langsung
ia bisa dipelajari dari tingkah laku. Pembuktian klinis guna membuktikan konsep
ketaksadaran mencakup:
1) Mimpi-mimpi
yang merupakan representasi-representasi simbolik dari kebutuhan-kebutuhan,
hasrat-hasrat dan konflik-konflik tak sadar;
2) Salah
ucap atau lupa misalnya terhadap nama yang dikenal
3) Sugesti-sugesti
pascahipnotik
4) Bahan-bahan
yang berasal dari teknik-teknik asosiasi bebas
5) Bahan-bahan
yang berasal dari teknik-teknik proyektif
Bagi Freud
kesadaran merupakan bagian terkecil dari keseluruhan jiwa. Seperti gunung es
yang mengapung yang bagian terbesarnya berada di bawah permukaan air, bagian
jiwa yang terbesar berada dibawah permukaan kesadaran. Ketaksadaran itu
menyimpan pengalaman-pengalaman, ingatan-ingatan, dan bahan-bahan yang
direpresi. Kebutuhan-kebutuhan dan motivasi-motivasi yang tidak bisa dicapai
yakni terletak di luar kesadaran juga berada di luar daerah kendali. Freud juga
percaya bahwa sebagian besar fungsi psikologis terletak di luar kawasan
kesadaran. Oleh karena itu, sasaran terapi psikoanalitik adalah membuat
motif-motif tak sadar menjadi disadari sebab hanya ketika menyadari
motif-motifnyalah individu bisa melaksanakan pilihan. Pemahaman terhadap peran
ketaksadaran itu penting guna menangkap esensi model tingkah laku
psikoanalitik. Meskipun di luar kesadaran, ketaksadaran mempengaruhi tingkah
laku. Proses-proses tak sadar adalah akar segenap gejala dan tingkah laku neurotik
Darl perspektif ini, “penyembuhan” adalah upaya menyingkap makna gejala-gejala,
sebab-sebab tingkah laku, dan bahan-bahan yang direpresi yang merintangi fungsi
psikologis yang sehat.
b. Kecemasan
Hal yang
mengesensial untuk memahami pandangan psikoanalitik tentang sifat manusia
adalah memahami konsep kecemasan. Kecemasan adalah suatu keadaan tegang yang
memoyivasi kita untuk berbuat sesuatu. Fungsinya adalah memperingatkan adanya
ancaman bahaya yakni sinyal bagi ego yang akan terus meningkat jika tindakan-tindakan
yang layak untuk mengatasi ancaman bahaya itu tidak diambil. Apabila tidak bisa
mengendalikan kecemasaan melalui cara-cara yang rasional dan langsung, maka ego
akan mengendalikan cara-cara yang tidak realistis, yakni tingkah laku yang
berorientasi pada pertahanan ego.
Ada tiga macam
kecemasan: kecemasan realistis, kecemasan neurotik, dan kecemasan moral.
Kecemasan realistis adalah ketakutan terhadap bahaya dari dunia eksternal, dan
taraf kecemasannya sesuai dengan derajat ancaman yang ada. Kecemasan neurotik
adalah ketakutan terhadap tidak terkendalinya naluri-naluri yang menyebabkan
seseorang melakukan suatu tindakan yang bisa mendatangkan hukuman bagi dirinya.
Kecemasan moral adalah ketakutan terhadap hati nurani sendiri. Orang yang hati
nuraninya berkembang baik
cenderung merasa berdosa apabila dia melakukan sesuatu yang verlawanan dengan
kode moral yang dimilikinya.
c.
Mekanisme-mekanisme pertahanan ego
Apabila para konselor menangani resisten-resisten dan
pertahanan-pertahanan, maka pemahaman atas sifat dan fungsi
pertahanan-pertahanan ego menjadi penting. Mekanisme-mekanisme pertahanan ego
itu tidak selalu patologis, dan bisa memiliki nilai penyesuaian jika tidak menjadi suatu gaya hidup untuk menghindari
kenyataan. Mekanisme-mekanisme pertahanan yang digunakan oleh individu
bergantungpada taraf perkembangan dan derajat kecemasan yang dialaminya.
Mekanisme-mekanisme pertahanan sama-sama memiliki dua ciri: menyangkal atau
mendistorsi kenyataan, dan beroperasi pada taraf tak sadar. Teori reud adalah model
pengurangan ketegangan atau sistem homeostatis. Berikut ini
penjabaran-penjabaran singkat mengenai beberapa bentuk mekanisme pertahanan ego
:
1) Penyangkalan:
pertahanan melawan kecemasan
dengan “menutup mata” terhadap keberadaan kenyataan yang mengancam. Individu
menolak sejumlah aspek kenyataan yang membangkitkan kecemasan. Kecemasan atas
kematian orang yang dicintai, misalnya, sering dimanifestasikan oleh
penyangkalan terhadap fakta kematian. Dalam peristiwa-peristiwa tragis seperti
perang atau bencana-bencana yang lainnya, orang-orang sering berkecenderungan
membutakan diri terhadap kenyataan-kenyataan yang terlalu menyakitkan untuk
diterima.
2) Proyeksi: mengalamatkan
sifat-sifat tertentu yang tidak bisa diterima oleh ego kepada orang lain.
seseorang melihat pada diri orang lain hal-hal yang tidak disukai dan ia tidak
bisa menerima adanya hal-hal itu pada diri sendiri. Jadi, dengan proyeksi
seseorang akan mengutuk orang lain karena “kejahatannya” dan menyangkal
memiliki dorongan jahat seperti itu. Untuk menghindari kesakitan karena
mengakui bahwa di dalam dirinya terdapat dorongan yang dianggapnya jahat, ia
memisahkan diri dari kenyataan ini.
3) Fiksasi maksudnya
adalah menjadi “terpaku” pada tahap-tahap perkembangan yang lebih awal karena
mengambil langkah ke tahap selanjutnya bisa menimbulkan kecemasan. Anak yang
terlalu bergantung menunjukkan pertahanan berupa fiksasi;kecemasan menghambat
si anak belajar mandiri.
4) Regresi: melangkah
mundur ke fase perkembangan yang lebih awal yang tuntutan-tuntutannya tidak
terlalu besar. Contohnya seorang anak yang takut sekolah memperlihatkan tingkah
laku infantile seperti menangis,menghisap ibu jari,bersembunyi, dan
menggantungkan diri pada guru. Atau ketika adiknya lahir, seorang anak kembali
menunjukkan bentuk-bentuk tingkah laku yang kurang matang.
5) Rasionalisasi:
menciptakan alasan-alasan yang “baik” guna menghindarkan ego dari cedera;
memalsukan diri sehingga kenyataan yang mengecewakan menjadi tidak begitu
menyakitkan. Orang yang tidak memperoleh kedudukan mengemukakan alasan, mengapa
dia begitu senang tidak memperoleh kedudukan yang sesungguhnya diinginkannya.
Atau seorang pemuda yang ditinggalkan kekasihnya, guna menyembuhkan ego-nya
yang terluka ia menghibur diri bahwa si gadis tidak berharga dan bahwa dirinya
memang akan menendangnya.
6) Sublimasi:
menggunakan jalan keluar yang lebih tinggi atau yang secara sosial lebih dapat
diterima bagi dorongan-dorongannya. Contohnya dorongan agresif yang ada pada
seseorang disalurkan ke dalam aktifitas bersaing di bidang olah raga sehingga
dia menemukan jalan bagi pengungkapan perasaan agresifnya, dan sebagai tambahan
dia bisa memperoleh imbalan apabila berprestasi di bidang oleh raga itu.
7) Displacement:
mengarahkan kepada objek atau orang lain apabila objek asal atau orang yang sesungguhnya,
tidak bisa dijangkau. Seseorang anak yang ingin menendang orang tuanya kemudian
menendang adiknya atau jika adiknya tidak ada,menendang kucing.
8) Represi:
meluapkan isi kesadaran yang traumatis atau bisa membangkitkan kecemasan,
mendorong kenyataan yang tidak bisa diterima kapada ketaksadaran atau menjadi
tidak menyadari hal-hal yang menyakitkan. Represi yang merupakan salah satu
konsep Freud yang paling penting menjadi basis bagi banyak pertahanan ego
lainnya dan bagi gangguan-gangguan neurotic.
9) Formasi reaksi:
melakukan tindakan yang berlawanan dengan hasrat-hasrat tak sadar; kija
perasaan-persaan yang lebih dalam menimbulkan ancaman maka seseorang menampilkan
tingkah laku yang berlawanan guna menyangkal perasaan-perasaan yang bisa
menimbulkan ancaman itu. Contohnya seorang ibu yang memiliki perasaan menolak
terhadap anaknya karena adanya perasaan berdosa ia menampilkan tingkah laku
yang sangat berlawanan, yakni terlalu melindungi atau “terlalu mencintai”
anaknya. Orang yang menunjukkan sikap menyendangkan yang berlebihan atau
terlalu baik boleh jadi berusaha menutupi kebencian dan perasaan –perasaan
negatifnya.
C.
Konsep
Dasar
1.
Struktur
kepribadian
Menurut
pandangan psikoanalitik, struktur kepribadian terdiri dari tiga sistem:id, ego,
dan superego. Ketiganya adalah nama bagi proses-proses psikologis dan
jangan dipikirkan sebagai agen-agen yang secara terpisah mengoperasikan
kepribadian; merupakan fungsi-fungsi kepribadian sebagai keseluruhan ketimbang
sebagai tiga bagian yang terasing satu sama lain. Id adalah komponen biologis,
ego adalah komponen psikologis, sedangkan superego merupakan komponen sosial.
a.
Id
Id adalah system
kepribadian yang orisinil: kepribadian setiap orang hanya terdiri dari id
ketika dilahirkan. Id merupakan tempat bersemayam naluri-naluri. Id kurang
terorganisasi, buta, menuntut, dan mendesak. Seperti kawah yang terus mendidih
dan bergolak, id tidak bias menoleransi tegangan, dan bekerja untuk melepaskan
tegangan itu sesegera mungkin serta untuk mencapai keadaan homeostatic. Dengan
diatur oleh asas kesenangan yang diarahkan pada pengurangan tegangan,
penghindaran kesakitan, dan perolehan kesenangan, id bersifat tidak logis,
amoral, dan didorong oleh satu kepentingan: memuaskan kebutuhan-kebutuhan
naluriah sesuai dengan asas kesenangan. Id tidak pernah matang dan selalu
menjadi anak manja dari kepribadian, tidak berpikir, dan hanya menginginkan
atau bertindak. Id bersifat tak sadar.
b.
Ego
Ego memiliki
kontak dengan dunia eksternal dari kenyataan. Ego adalah eksekutif dari
kepribadian yang memerintah, mengendalikan, dan mengatur. Sebagai “polisi lalu
lintas” bagi id, superego,dan dunia eksternal, tugas utama ego adalah
mengantarai naluri-naluri dengan lingkungan sekitar. Ego mengendalikan
kesadaran dan melaksanakan sensor. Dengan diatur oleh asas kenyataan,ego
berlaku realitas dan berpikir logis serta merumuskan rencana-rencana tindakan
bagi pemuasan kebutuhan-kebutuhan. Apa hubungan antara ego dan id? Ego adalah
tempat bersemayam intelegensi dan rasionalitas yang mengawasi dan mengendalikan
impuls-impuls buta dari id. Sementara id hanya menganal kenyataan subjektif,
ego memperbedakan bayangan-bayangan mental dengan hal-hal yang terdapat di
dunia eksternal.
c.
Superego
Superego adalah
cabang moral atau hukum dari kepribadian. Superego adalah kode moral individu
yang urusan utamanya adalah apakah suatu tindakan baik atau buruk, benar atau
salah. Superego merepresentasikan hal yang ideal alih-alih hal yang riil, dan
mendorong bukan kepada kesenangan, melainkan kepada kesempurnaan. Superego
merepresentasikan nilai-nilai tradisional dan ideal-ideal masyarakat yang
diajarkan oleh orang tua kepada anak. Superego berfungsi menghambat
impuls-impuls id. Kemudian, sebagai internalisasi standar-standar orang tua dan
masyarakat, superego berkaitan dengan imbalan-imbalan dan hukuman-hukuman.
Imbalan-imbalannya adalah perasaan-perasaan bangga dan mencintai diri, sedangkan
hukuman-hukumannya adalah perasaan berdosa dan rendah diri.
2.
Tujuan
Konseling Menurut Teori Psikoanalisis
Tujuan terapi psikoanalitik
adalah membentuk kembali struktur karakter individual dengan jalan membuat
kesadaran yang tak disadari oleh klien. Proses terapi difokuskan pada upaya
mengalami kembali pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak. Pengalaman-pengalaman
masa lampau direkonstruksi, dibahas, dianalisis, dan ditafsirkan dengan sasaran
merekontruksi kepribadian. Terapi psikoanalitik menekankan dimensi afektif dan
upaya diketahuinya ketidaksadaran. Pemahaman dan pengertian intelektual
memiliki arti penting, tetapi perasaan-perasaan dan ingatan-ingatan yang
berkaitan dengan pemahaman diri jauh lebih penting(Corey,2010 : 36)
3.
Karakteristik
Hubungan antara Konselor dengan Klien dalam Konseling
Hubungan klien dengan
konselor dikonseptualkan dalam proses transferensi yang menjadi inti dari
pendekatan psikoanalitik. Transferensi mendorong klien untuk mengalamatkan pada
konselor “urusan yang tak terselesaikan”, yang terdapat dalam hubungan klien di
masa lampau dengan orang yang berpengaruh.
Transferensi terjadi pada
saat klien membangkitkan kembali konflik-konflik masa kecilnya yang menyangkut
cita-cita, seksualitas, kebencian, kecemasan, dan dendamnya, serta membawa
konflik-konflik itu ke saat sekarang, mengalaminya kembali, dan
menyangkutkannya pada konselor. Klien kemungkinan memandang konselor sebagai
figur di masa lalunya atau dengan kata lain sebagai figur pengganti orang lain
yang berpengaruh dalam kehidupan klien.
Sebagai hasil hubungan
terapi, khususnya penggarapan situasi transferensi, klien mampu memahami
asosiasi antara pengalaman-pengalaman masa lampaunya dengan kehidupan sekarang.
Pendekatan psikoanalitik berasumsi bahwa kesadaran diri ini bisa secara
otomatis mengarah pada perubahan kondisi klien(Corey, 1995: 169).
4.
Proses
Konseling
1. Fungsi konselor
a. Konselor berfungsi sebagai penafsir dan
penganalisis
b. Konselor bersikap anonim, artinya konselor
berusaha tak dikenal klien, dan bertindak sedikit sekali memperlihatkan
perasaan dan pengalamannya, sehingga klien dengan mudah dapat memantulkan
perasaannya untuk dijadikan sebagai bahan analisis.
2. Langkah-langkah yang ditempuh :
a. Menciptakan hubungan kerja dengan klien
b. Tahap krisis bagi klien yaitu kesukaran dalam
mengemukakan masalahnya dan melakukan transferensi.
c. Tilikan terhadap masa lalu klien terutama pada
masa kanak-kanaknya
d. Pengembangan resitensi untuk pemahaman diri
e. Pengembangan hubungan transferensi klien dengan
konselor.
f. Melanjutkan lagi hal-hal yang resistensi.
g. Menutup wawancara konseling
5.
Teknik-teknik
Konseling
Teknik-teknik
pada terapi psikoanalitik disesuaikan untuk mengingkatkan kesadaran, memperoleh
pemahaman intelektual atas tingkah laku klien, dan untuk memahami makna berbagai
gejala. Ada beberapa teknik dalam terapi psikoanalitik, diantaranya adalah ;
1.
Asosasi bebas
2.
Penafsiran
3.
Analisis mimpi
4.
Analisis atas resistensi
5.
Analisi atas transferensi
Berikut penjelasan mengenai
beberapa teknik-teknik diatas :
1. Asosasi bebas
Teknik
utama terapi psikoanalitik adalah asosiasi bebas. Analisis meminta kepada klien
agar membersihkan pikirannya dari pikiran-pikiran dan renungan-renungan
sehari-hari, dan sebisa mungkin mengatakan apa saja yang melintas dalam
pikirannya. Cara yang khas ialah klien berbaring di atas balai-balai, sementara
analis duduk di belakangnya sehingga tidak mengalihkan perhatian klien saat
asosiasi-asosiasinya mengalir bebas.
Asosiasi
bebas adalah suatu metode pemanggilan kembali pengalaman-pengalaman masa lampau
dan pelepasan emosi-emosi yang berkaitan dengan situasi-situasi traumatik
dimasa lampau yang disebut dengan katarsis.
Katarsis hanya menghasilkan peredaan sementara atas pengalaman-pengalaman
klien. Katarsis mendorong klien untuk menyalurkan sejumlah perasaannya yang
terpendam. Selama proses analisis bebas berlangsung, tugas analis adalah
mengenali bahan yang di refresh dan
dikurung dalam ketidaksadaran klien. Urutan asosiasi-asosiasi membimbing analis
dalam memahami hubungsn-hubungan yang dibuat klien antara peristiwa-peristiwa
yang dialaminya. Penghalangan / pengacauan oleh klien terhadap
asosiasi-asosiasi merupakan isyarat bagi adanya bahan yang membangkitkan kecemasan.
Analis menafsirkan bahan itu dan menyampaikannya pada klien, membimbing klien
kea rah peningkatan pemahaman atas dinamika-dinamika yang mendasar.
2. Penafsiran
Penafsiran
adalah suatu prosedur dasar dalam menganalisis. Prosedurnya terdiri atas tindakan-tindakan
yang menyatakan, menerangkan, bahkan mengajari klien makna-makna tingkah laku
yang dimanifestasikan oleh mimipi-mimpi, asosiasi bebas, resistensi-resistensi,
dan oleh hubungan terapeutik itu sendiri. Fungsi penafsiran-penafsiran adalah
ego untuk mengasimilasi bahan-bahan baru dan mempercepat proses penyingkapan
bahan tak sadar lebih lampau.
Analisis
harus menafsirkan bahan yang belum terlihat oleh klien, tetapi yang oleh klien
bisa diterima dan diwujudkan sebagai miliknya. Aturan umum lainnya adalah bahwa
penafsiran harus berawal dari permulaan serta menembus hanya sedalam klien
mampu menjangkaunya sementara dia mengalami situasi itu secara emosional.
Selain itu, resistensi atau pertahanan baik ditunjukkan sebelum dilakukan
penafsiran atas emosi / konflik yang ada dibaliknya.
3. Analisis mimpi
Analisis
mimpi adalah prosedur menyingkap bahan yang tak disadari dan memberikan klien
pemahaman atas beberapa area masalah yang tidak terselesaikan. Selama tidur,
pertahanan-pertahanan melemah dan perasaan yang direpresi muncul ke permukaan.
Freud memandang mimpi-mimpi sebagai ”jalan istimewa menuju ketaksadaran”, sebab
melalui mimpi-mimpi itu hasrat-hasrat, kebutuhan-kebutuhan dan
ketakutan-ketakutan yang tidak disadari diungkapkan. Ia berpikir mimpi merupakan suatu
upaya untuk memenuhi keinginan di masa kanak-kanak atau ekspresi hasrat seksual
yang tidak diakui.
Mimpi
mempunyai dua taraf isi; isi laten dan
isi manifest. Isi laten terdiri atas
motif-motif yang disamarkan, tersembunyi, simbolik, dan tak disadari. Karena
begitu menyakitkan dan mengancam, dorongan-dorongan seksual dan agresif tak
sadar yang merupakan isi laten ditransformasikan ke dalam isi manifest yang
lebih dapat diterima, yakni sebagai impian sebagaimana yang tampil pada si
pemimpi. Proses tranformasi isi laten mimpi ke dalam isi manifest yang kurang
mengancam itu disebut kerja mimpi. Tugas
analis adalah menyingkap makna-makna yang disamarkan dengan mempelajari simbol-simbol
yang terdapat pada isi manifest mimpi. Konselor harus benar-benar sensitif terhadap dua aspek
mimpi: isi manifestasi (makna yang jelas) dan isi laten (tersembunyi tetapi
makna yang benar) (Jones, 1979).
4. Analisis atas resistensi
Resistensi
adalah sesuatu yang melawan kelangsungan terapi dan mencegah klien mengemukakan
bahan yang tak disadari selama asosiasi bebas atau asosiasi kepada mimpi-mimpi
pasien bisa menunjukkan ketidaksadaran untuk menghubungkan pemikiran-pemikiran,
perasaan-perasaan, dan pengalaman-pengalaman tertentu. Resistensi ditujukan
untuk mencegah bahan yang mengancam memasuki ke kesadaran, analis harus
mencegah bahan yang mengancam memasuki ke kesadaran, analis harus
menunjukkannya dan klien harus menghadapinya jika dia mengharapkan bisa
mengangani konflik-konflik secara realistis. Penafsiran analisis atas resistensi
ditujukan untuk membantu klien agar menyadari alasan-alasan yang ada di balik
resistensi sehingga dia bisa menanganinya. Sebagai aturan umum, analis harus
men=mbangkitkan perhatian klien dan menafsirkan resistensi-resistensi yang
paling kentara guna mengurangi kemungkinan klien menolak penafsiran dan guna
memperbesar kesempatan bagi klien untuk meluai melihat tingkah laku
resistifnya.
5. Analisi atas transferensi
Transferensi
mengejawantahkan dirinya dalam proses terapeutik ketika, “urusan yang tak
selesai” dimasa lampau klien dengan orang-orang yang berpengaruh dalam
hidupnya. Analisisi transferensi adalah teknik utama dalam psikoanalisis, sebab
mendorong klien untuk menghidupkan kembali masa lampaunya dalam terapi. Ia
memungkinkan klien mampu memperoleh pemahaman dan menyajikan pemahaman tentang
pengaruh masa lampau terhadap kehidupannya sekarang. Penafsiran hubungan
transferensi juga memungkinkan klien mampu menembus konflik-konflik masa lampau
yang masih dipertahankan sampai sekarang dan yang menghambat pertumbuhan
emosionalnya.
6.
Kecocokan
Teori Konseling Psikoanalisis untuk diterapkan di Indonesia
Teknik yang
digunakan dalam konseling ini sangat menbuat klien merasa nyaman dalam proses
konseling. Dengan membimbing klien melakukan asosiasi bebas, tanpa adanya
konselor dihadapannya. Sehingga teori ini cocok digunakan di Indonesia, karena
kebanyakan masyarakat Indonesia merasa sungkan menceritakan permasalahannya
dihadapan orang lain yang dirasa asing. Dengan teknik ini klien dapat membersihkan
pikirannya dari pikiran-pikiran dan renungan-renungan sehari-hari, dan sebisa
mungkin mengatakan apa saja yang melintas dalam pikirannya, sementara konselor
duduk di belakangnya sehingga tidak mengalihkan perhatian klien saat
asosiasi-asosiasinya mengalir bebas, demikian juga dengan teknik-teknik yang
lain dalam teori ini.
Menurut pendapat
kami, metode konseling psikoanalisis cocok diterapkan di Indonesia. Karena
metode ini menggunakan teknik “sembunyi-sembunyi” dimana klien tidak menganggap
bahwa yang sesungguhnya diajak berdiskusi adalah seorang konselor. Dengan
demikian klien akan lebih bebas mengungkapkan masalahnya karena klien tidak
menganggap konselor sebagai “orang lain”. Dengan pola hubungan seperti itulah tujuan-tujuan
dari konseling akan dapat dicapai melalui keahlian konselor yang mampu
menciptakan suasana konseling yang tidak terasa bahwa klien sebenarnya sedang
“dikonseling” dengan menggunakan teknik-teknik konseling yang cocok.sehingga
masalah klien dapat diketahui secara mendalam dan pada akhirnya masalah klien
dapat diselesaikan dengan cara mengembalikan klien dari kondisi tidak sadar
menjadi sadar sehingga klien dapat menata kembali kehidupannya yang mungkin
sebelumnya “berantakan” dan menjadi penghalang bagi kehidupanya sekarang.
No comments:
Post a Comment