Thursday, May 30, 2013

Teknik Konseling Gestalt



TEKNIK KONSELING : GESTALT
A.    Prinsip Dasar Konseling GESTALT
Terdapat beberapa prinsip yang mendasari teori Gestalt meliputi : holisme, teori lapangan, proses formasi figur, aturan organismis diri;
Holisme : Menurut Latner (1986) Holisme merupakan salah satu prinsip pokok konseling Gestalt, semua perangai dipandang sebagai satu kesatuan dan seluruhnya koheren, dan semua berbeda dari setiap bagiannya.
Teori Lapangan : konseling Gestalt berdasarkan teori lapangan yang berdasarkan pada prinsip bahwa organisme harus dilihat dalam lingkungannya sendiri, atau dalam konteksnya, sebagai bagian lapangan yang berubah-rubah secara konstan. konselig Gestalt merehat prinsip bahwa segala sesuatu itu saling berhubungan, saling berkaitan dan ada dalam proses.
Proses Formasi Figur,: proses formasi figur menggambarkan bagaimana individu mengorganisir lingkungannya dari waktu ke waktu. Dalam terapi Gestalt lapangan yang tidak berbeda di sebut sebagi background, dan munculnya fokus perhatian disebut figur (Latner,1986).

Keadaan sekarang merupakan masa yang paling penting dalam konseling Gestalt. Salah satu kontribusi utama pendekatan Gestalt adalah penekanannya pada pembelajaran untuk mengapresiasi dan pengalaman disaat sekarang.
E Polster dan Polster (1973) mengembangkan tesis bahwa “kekuatan adalah keadaan yang ada saat ini”. Banyak orang menghabiskan energinya untuk menangisi kesalahan masa lalunya. Untuk membantu klien menjalin hubungan dengan keadaan saat sekarang, pelaksana konseling Gestalt terfokus pada beberapa pertanyaan “apa” dan “bagaimana”.

Urusan yang tak berakhir tetap bertahan sampai individu menghadapi dan mempermasalahkan perasaan-perasaan yang terpendam. Konselor Gestalt menekankan pemberian perhatian pada pengalaman tubuh atas asumsi bahwa jika perasaan tidak diungkapkan maka cenderung menimbulkan gejala-gejala psikologis.
Perasaan yang tidak dikenal menimbulkan emosi yang tidak perlu yang mengacaukan kesadaran yang ada. Kebuntuan (stuck point) adalah waktu ketika dukungan eksternal tidak lagi berarti atau cara yang lumrah tidak lagi berjalan.
Dalam terapi Gestalt menjalin hubungan dibutuhkan jika perubahan dan pertumbuhan ingin terjadi. Ketika kita menjalin hubungan dengan lingkungan, maka perubahan tidak dapat dihindari. Hubungan itu dilahirkan dengan penglihatan, pendengaran, penciuman, sentuhan, dan gerakan. Hubungan yang efektif berarti interaksi yang baik dengan alam dan manusia lain tanpa menghilangkan rasa individualitas seseorang. Hal ini merupakan kelengkapan individu yang kreatif yang diperbaharui secara terus menerus pada lingkungannya (M. Polster,1987)
Konselor Gestal juga terfokus pada tantangan dalam menjalin hubungan, E. Polster dan Polster (1973) menggambarkan lima aliran utama tantangan tersebut ; introjeksi, proyeksi, retrofleksi, defleksi, dan pertemuan.
1.      Introjeksi : kecenderungan untuk menerima kepercayaan dan derajat orang lain tanpa kritis, tanpa menjadikannya selaras dengan keadaan kita sebenarnya.
2.      Proyeksi : kebalikan introjeksi, dalam proyeksi kita ditunjukan aspek-aspek tertentu diri kita dalam lingkungan. Ketika kita sedang diproyeksi, kita mempunyai gangguan yang membedakan antara dunia internal dan dunia luar, berupa sifat-sifat kepribadian kita yang tidak konsisten dengan citra diri kita yang ditunjukan didepan orang lain.
3.      Retrofleksi : yaitu melihat diri kita ke belakang apa yang ingin kita lakukan pada orang lain dan sedang melakukan apa untuk diri kita, apa yang akan dilakukan oranglain pada kita.
4.      Defleksi : merupakan proses penyimpangan, sehingga sulit untuk mempertahankan rasa keterhubungan yang ditopang. Pemyimpangan ini berupa berkurangnya pengalaman emosional.
5.      Konfluens : berupa pengaburan perbedaan antara pribadi dan lingkungan. Konfluens dalam masalah hubungan meliputi ketidak terlibatan diri dalam konflik .



B.     Konsep Dasar Konseling GESTALT
Konseling Gestalt menitikberatkan pada semua yang timbul pada saat ini. Pendekatan ini tidak memperhatikan masa lampau dan juga tidak memperhatikan yang akan datang. Jadi pendekatan Gestalt lebih menekankan pada proses yang ada selama konseling berlangsung. Dalam buku Geralt Corey menekankan konsep-konsep seperti perluasan kesadaran, penerimaan tanggung jawab pribadi, urusan yang tak terselesaikan, penghindaran,dan menyadari saat sekarang.
Bagi Perls, tidak ada yang “ada” kecuali “sekarang”. Karena masa lalu telah pergi dan masa depan belum terjadi,maka saat sekaranglah yang terpenting. Guna membantu klien untk membuat kontak dengan saat sekarang, terapis lebih suka mengajukan pertanyaan-pertanyaan ”apa” dan “bagaimana” ketimbang “mengapa”, karena pertanyaan mengapa dapat mengarah pada pemikiran yang tak berkesudahan tentang masa lampau yang hanya akan membangkitkan penolakan terhadap saat sekarang.
Konsep dasar pendekatan Gestalt adalah Kesadaran, dan sasaran utama Gestalt adalah pencapaian kesadaran. Menurut buku M.A Subandi (psikoterapi, hal. 96) kesadaran meliputi:
Kesadaran akan efektif apabila didasarkan pada dan disemangati oleh kebutuhan yang ada saat ini yang dirasakan oleh individu
Kesadaran tidak komplit tanpa pengertian langsung tentang kenyataan suatu situasi dan bagaimana seseorang berada di dalam situasi tersebut.
Kesadaran itu selalu ada di sini-dan-saat ini. Kesadaran adalah hasil penginderaan, bukan sesuatu yang mustahil terjadi.
Dalam buku Geralt Corey (1995), dalam terapi Gestalt terdapat juga konsep tentang urusan yang tak terselesaikan, yaitu mencakup perasaan-perasaan yang tidak terungkapkan seperti dendam, kemarahan, sakit hati, kecemasan rasa diabaikan dan sebagainya. Meskipun tidak bisa diungkapkan, perasaan-perasaan itu diasosiasikan dengan ingatan dan fantasi tertentu. Karena tidak terungkap dalam kesadaran, perasaan itu tetap tinggal dan dibawa kepada kehidupan sekarang yang menghambat hubungan yang efektif dengan dirinya sendiri dan orang lain. Dengan ini, di harapkan klien akan dibawa kesadarannya dimasa sekarang dengan mencoba menyuruhnya kembali kemasa lalu dan kemudian klien disuruh untuk mengungkapkan apa yang diinginkannya saat lalu sehingga perasaan yang tak terselesaikan dulu bisa dihadapi saat ini.
C.    Tujuan konseling GESTALT
Tujuan utama konseling Gestalt adalah membantu klien agar berani mengahadapi berbagai macam tantangan maupun kenyataan yang harus dihadapi. Tujuan ini mengandung makna bahwa klien haruslah dapat berubah dari ketergantungan terhadap lingkungan/orang lain menjadi percaya pada diri, dapat berbuat lebih banyak untuk meingkatkan kebermaknaan hidupnya.
          Individu yang bermasalah pada umumnya belum memanfaatkan potensinya secara penuh, melainkan baru memanfaatkan sebagaian dari potensinya yang dimilikinya. Melalui konseling konselor membantu klien agar potensi yang baru dimanfaatkan sebagian ini dimanfaatkan dan dikembangkan secara optimal.
Secara lebih spesifik tujuan konseling Gestalt adalah sebagai berikut.
a.       Membantu klien agar dapat memperoleh kesadaran pribadi, memahami kenyataan atau realitas, serta mendapatkan insight secara penuh.
b.      Membantu klien menuju pencapaian integritas kepribadiannya
c.       Mengentaskan klien dari kondisinya yang tergantung pada pertimbangan orang lain ke mengatur diri sendiri (to be true to himself)
d.      Meningkatkan kesadaran individual agar klien dapat beringkah laku menurut prinsip-prinsip Gestalt, semua situasi bermasalah (unfisihed bussines) yang muncul dan selalu akan muncul dapat diatasi dengan baik.

D.    Hubungan Konselor-Klien Konseling GESTALT
Praktek  konseling  Gestalt  yang  efektif  melibatkan  hubungan  pribadi  ke  pribadi antara  konseling  dan  klien.  Pengalaman-pengalaman, kesadaran, persepsi-persepsi konseling menjadi latara belakang, sementara kesadaran dan reaksi-reaksi klien membentuk bagian muka proses konseling. Yang  penting  adalah  konseling  secara  aktif  berbagi persepsi-persepsi  dan  pengalaman-pengalaman  saat  sekarang  ketika  dia menghadapi klien disini dan sekarang. Disamping itu, konseling memberikan umpan balik,  terutama  yang  berkaitan  dengan  apa  yang  dilakukan  oleh  klien  melalui tubuhnya. Umapan balik memberikan alat kepada klien untuk mengembangkan kesadaran atas apa yang sesungguhnya mereka lakukan. Konselor harus menghadapi klien dengan  reaksi-reaksi yang  jujur dan langsung  serta  menantang  manipulasi-manipulasi  klien  tanpa  menolak  klien sebagai pribadi (Corey, 1995: 344). Konselor bersama klien perlu mengeksplorasi ketakutan-ketakutan, pengharapan-pengharapan katastrofik, penghambatan-penghambatan, dan penolakan-penolakan klien.
M. A Subandi dalam bukunya (Psikoterapi, hal. 89), Hubungan antara konselor dan klien adalah sejajar yaitu hubungan antara klien dan konselor itu adanya /melibatkan dialog dan hubungan antara keduanya. Pengalaman – pengalaman kesadaran dan persepsi konselor merupakan inti dari proses konseling.
Menurut Gerald Corey dalam bukunya (Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, hal. 132),  hubungan terapis dan klien dalam praktek terapi Gestalt yang efektif yaitu dengan melibatkan hubungan pribadi-ke-pribadi antara terapis dan klien. Pengalaman-pengalaman, kesadaran, dan persepsi-persepsi terapis menjadi latar belakang, sementara kesadaran dan reaksi-reaksi klien membentuk bagian muka proses terapi.
Polster dan Polster (1973, h.18-23) memperingatkan bahwa jika konselor mengabaikan kualitas-kualitas pribadinya sebagai instrument dalam konseling, maka dia hanya akan menjadi seorang teknisi. Mereka menganjurkan penggunaan tingkah laku terapis yang berlingkup luas, dan memperingatkan bahaya dari tindakan mengidentikkan konseling dengan teknik-teknik yang berlingkup terbatas. Mereka juga menganjurkan konselor untuk membangkitkan spontanitas diri dan menggunakan hubungan dengan klien sebagai teknik terapeutik. Kempler (1973, h.261) menyebut hubungan yang actual antara klien dan konselor sebagai inti dari proses terapeutik, dan ia menentang “penggunaan taktik-taktik yang bisa menyembunyikan identitas nyata dari terapis di hadapan banyak kliennya”. Kempler menandaskan bahwa penggunaan permainan peran bisa menjadi godaan bagi konselor untuk menjaga agar respon-respon pribadinya tetap tersembunyi. Meskipun mungkin bisa menjadi cara yang efektif, permainan peran itu bukanlah tujuan akhir terapi. Kempler juga menyebutkan bahwa teknik-teknik sering menjadi alat bantu yang bernilai bagi proses terapeutik, tetapi ia menekankan proses hubungan konselor dank lien dengan alasan bahwa kualitas hubungan konselor-klien itu menentukan apa yang terjadi pada keduanya.
Sebagai sebuah jenis terapi eksistensial, terapi penggunaan Gestal meliputi hubungan orang per orang antara konselor dengan kliennya. Konselor bertanggungjawab atas kualitas keberadaannya, atas pengetahuan tentang dirinya dan klien, dan terbuka dalam mengingatkan klien.Konselor Gestalt bukan hanya memperbolehkan kliennya untuk menjadi dirinya sendiri tetapi juga mengingatkan dirinya sendiri dan jangan sampai melanggar aturan.Banyak para pelaku terapi Gestalt sekarang ini menempatkan peningkatan penekanan pada faktor-faktor seperti kehadiran, dialog autentik, keberanian, mengurangi penggunaan ujian stereotip, lebih mempercayai pengelaman-pengalaman klien.
E. Polster dan Polster (1973) menekankan pentingnya pengetahuan diri konselor dan menjadikannya sebagai instrumen terapi. Intervensi yang digunakan oleh pelaku terapi menggunakan pengembangan proses ini. Ujicoba harus ditujukan untuk membentuk kesadaran, bukan pada solusi sederhana atas masalah-masalah klien.

E.     Proses konseling GESTALT
Proses konseling Gestalt dilaksanakan melalui beberapa Fase konseling yaitu :
Fase pertama, konselor mengembangkan pertemuan konseling, agar tercapai situasi yang memungkinkan perubahan-perubahan yang diharapkan pada klien. Pola hubungan yang diciptakan untuk setiap klien berbeda, karena masing-masing klien mempunyai keunikan sebagai individu serta memiliki kebutuhan yang bergantung kepada masalah yang harus dipecahkan.
Fase kedua, konselor berusaha meyakinkan dan mengkondisikan klien untuk mengikuti prosedur yang telah ditetapkan sesuai dengan kondisi klien. Ada dua hal yang dilakukan konselor dalam fase ini, yaitu :
1.      Membangkitkan motivasi klien, dalam hal ini klien diberi kesempatan untuk menyadari ketidaksenangannya atau ketidakpuasannya. Makin tinggi kesadaran klien terhadap ketidakpuasannya semakin besar motivasi untuk mencapai perubahan dirinya, sehingga makin tinggi pula keinginannya untuk bekerja sama dengan konselor.
2.      Membangkitkan dan mengembangkan otonomi klien dan menekankan kepada klien bahwa klien boleh menolak saran-saran konselor asal dapat mengemukakan alasan-alasannya secara bertanggung jawab.
Fase ketiga, konselor mendorong klien untuk mengatakan perasaan-perasaannya pada saat ini, klien diberi kesempatan untuk mengalami kembali segala perasaan dan perbuatan pada masa lalu, dalam situasi di sini dan saat ini.Kadang-kadang klien diperbolahkan memproyeksikan dirinya kepada konselor.Melalui fase ini, konselor berusaha menemukan celah-celah kepribadian atau aspek-aspek kepribadian yang hilang, dari sini dapat diidentifikasi apa yang harus dilakukan klien.
Fase keempat, setelah klien memperoleh pemahaman dan penyadaran tentang pikiran, perasaan, dan tingkah lakunya, konselor mengantarkan klien memasuki fase akhir konseling. Pada fase ini klien menunjukkan gejala-gejala yang mengindikasikan integritas kepribadiannya sebagai individu yang unik dan manusiawi. Klien telah memiliki kepercayaan pada potensinya, menyadari keadaan dirinya pada saat sekarang, sadar dan bertanggung jawab atas sifat otonominya, perasaan-perasaannya, pikiran-pikirannya dan tingkah lakunya. Dalam situasi ini klien secara sadar dan bertanggung jawab memutuskan untuk “melepaskan” diri dari konselor, dan siap untuk mengembangan potensi dirinya.

F.     Teknik-teknik Konseling GESTALT
Di depan telah disebutkan bahwa konseling Gestalt adalah lebih dari sekedar sekumpulan teknik atau “permainan-permainan”. Apabila interaksi pribadi antara konselor dank lien merupakan inti dari proses terapeutik, teknik-teknik bisa berguna sebagai alat untuk membantu klien guna memperoleh kesadaran yang lebih penuh, mengalami konflik-konflik internal, menyelesaikan inkonsistensi-inkonsistensi dan dikotomi-dikotomo, dan menembus jalan buntu yang menghambat penyelesaian urusan yang tak selesai. Teknik-teknik dalam konseling Gestalt digunakan sesuai dengan gaya kepribadian konselor.

1.      Permainan dialog
Sebagaimana telah disebutkan di muka, salah satu tujuan dari konseling Gestalt adalah mengusahakan fungsi yang terpadu dan penerimaan atas aspek-aspek kepribadian yang dicoba dibuang atau diingkari. Konseling Gestalt menaruh perhatian yang besar pada pemisahan dalam fungsi kepribadian. Yang paling utama adalah pemisahan antara “top dog” dan “under dog”. Konseling sering difokuskan pada pertentangan antara “top dog” dan “under dog” itu.
Top dog itu adil, otoriter, moralistic, menuntut, berlaku sebagai majikan, dan manipulative. Ia adalah “orang tua yang kritis” yang mengusik kata-kata “harus” dan “sewajibnya” serta memanipulasi dengan ancaman-ancaman bencana. Sedangkan under dog memanipulasi dengan memainkan peran sebagai korban, defensive, membela diri, tak berdaya, lemah, dan tak berkekuasaan. Ia adalah sisi pasif, tanpa tanggungjawab, dan ingin dimaklumi. Top dog dan uder dog terlibat dalam pertarungan yang tak berkesudahan untuk memperoleh kendali. Perterungan itu bisa membantu menerangkan, mengapa resolusi-resolusi dan janji-janji sering tidak terlaksana dan mengapa kelambanan menjadi menetap. Top dog yang tiran menutut seseorang untuk begini dan begitu, sementara under dog dengan sikap menentang memainkan peran sebagai anak yang bandel. Sebagai akibat dari pertarungan untuk memperoleh kendali itu, individu menjadi terpecah ke dalam situasi sebagai yang dikendalikan. Perang saudara antara dua sisi tersebut tidak pernah sepenuhnya berakhir, sebab kedua sisi berjuang demi keberadaannya.
Konflik antara dua sisi kepribadian yang berlawanan itu berakar pada mekanisme introyeksi yang melibatkan penggabungan aspek-aspek dari orang lain, biasanya orang tua, ke dalam system ego individu. Perls menunjukkan bahwa pengambilan nilai-nilai dan sifat-sifat orang lain itu perlu dan diharapkan. Akan tetapi, ada bahayanya apabila seseorang menerima seluruh nilai orang lain secara tidak kritis, yakni meyebabkan orang itu sulit untuk menjadi pribadi yang otonom. Adalah suatu hal yang esensial bahwa orang menyadari introyeksinya, terutama introyeksi beracun yang dapat meracuni system dan menghambat integrasi kepribadian.
Teknik kursi kosong adalah suatu cara untuk mengajak klien agar mengeksternalisasikan introyeksinya. Dalam teknik ini dua kursi diletakkan di tengah ruangan. Konselor meminta klien duduk di kursi yang satu dan meminkan peran sebagai top dog, kemudian berpisah ke kursi lain menjadi under dog. Dialog bisa dilangsungkan diantara kedua sisi klien. Melalui teknik ini introyeksi-introyeksi bisa dimunculkan ke permukaan, dank lien bisa mengalami konflik lebih penuh. Konflik bisa diselesaikan melalui permainan dan integrasi kedua sisi kepribadian klien. Teknik ini membantu klien agar bisa berhubungan dengan perasaan atau sisi fari dirinya sendiri yang diingkarinya; klien mengintensifkan dan mengalami secara penuh perasaan-perasaan yang bertentangan, ketimbang hanya membicarakannya. Selanjutnya dengan membantu kien untuk menyadari perasaan adalah bagian dari yang sangat nyata, teknik ini mencegah klien memisahkan perasaan. Teknik ini juga bisa membantu klien untuk mengetahui introyeksi-introyeksi parental yang tidak menyenangkan. Contohnya, mungkin klien berkata, “Itu kedengarannya mirip dengan apa yang dikatakan oleh ayah  saya terhadap saya!” introyeksi-introyeksi parental dapat menyebabkan permainan “menyiksa diri”terus berlangsung selama klien mempertahankan perintah-perintah orang tuanya yang digunakan untuk menghukum dan mengendalikan diri sendiri.
Dialog antara dua kecenderungan yang berlawanan memiliki sasaran meningkatkan taraf integrasi polaritas-polaritas dan konflik-konflik yang ada pada diri seseorang ke taraf yang lebih tinggi. Dengan sasaran itu konselor tidak bermaksud memisahkan klien dari sifat-sifat tertentu, tetapi mendorong klien agar belajar menerima dan hidup dengan polaritas-polaritas. Perls yakin bahwa pendekatan-pendekatan lain terlalu menitik beratkan perubahan. Ia menandaskan bahwa perubahan tak bisa dipaksakan dan bahwa melalui penerimaan atas polaritas-polaritas. Integrasi bisa terjadi serta klien akan menghentikan permainan menyiksa dirinya. Terdapat banyak contoh konflik umum yang bisa digunakan dalam permainan dialog. Diantaranya adalah : (1) sisi orang tua melawan sisi anak. (2) sisi tanggungjawab lawan sisi yang impulsive. (3) sisi yang purintan lawan sisi yang sexy. (4) “anak baik” lawan “anak nakal”. (5) diri yang agresif lawan diri yang pasif. Dan (6) sisi yang otonom lawan sisi yang marah.
Teknik permaianan dialog dapat digunakan,baik dalam konseling individual maupun konseling kelompok. Berikut ini uraian salah satu contoh konflik umum antara top dog dan underdog yang telah dibuktikan menjadi kekuatan membantu klien menjadi lebih sadar atas pemisahan internalnya dan atas sisi yang mungkin menjadi dominan. Klien yang dalam kasus ini adalah seorang wanita, memainkan peranan sebagai orang yang malang, lemah, tak berdaya, dan bergantung. Klien mengeluh bahwa dirinya malang, benci dan dendam terhadap suaminya, tetapi dia takut bahwa jika suaminya itu meninggalkan dirinya, dia akan mengalami disintegrasi. Klien menggunakan suami sebagai dalih  bagi ketidakmampuannya. Dia terus menerus menempatkan dirinya di bawah, dan selalu berkata “Saya tidak bisa”, menetapkan bahwa dirinya cukup malang untuk menginginkan perubahan gaya kebergantungannya, konselor meminta klien untuk duduk di sebuah kursi di tengah ruangan menjadi underdog dan membesar-besarkan sisi dirinya ini. Kemudian jika klien menjadi anak terhadap sisi underdognya itu, konselor meminta klien untuk menjadi sisi yang lain – yakni sisi top dog yang memandang rendah – dan berbicara kepada “saya yang malang”. Kemudian konselor meminta kepada klien agar berpura-pura bahwa dia berkuasa, kuat dan maniri serta bertindak seakan-akan dia bukan tidak berdaya. Konselor bertanya, “Apa yang akan terjadi jika Anda kuat dan mandiri serta jika Anda menyingkirkan kebergantungan Anda?”. Teknik-teknik semacam ini sering bisa menggerakkan para klien kea rah sungguh-sungguh mengalami peran-peran yang mereka inginkan untuk seterusnya, yang acap kali menghasilkan penemuan kembali aspek-aspek otonom.

2.      Membuat lingkaran dan berkeliling
Berkeliling adalah suatu latihan konseling Gestalt dimana klien diminta untuk berkeliling ke anggota-anggota kelompoknya, dan berbicara atau melakukan sesuatu dengan setiap anggota kelompoknya itu. Maksud teknik ini adalah untuk menghadapi, memberanikan dan menyingkapkan diri, bereksperimen dengan tingkah laku yang baru, serta tumbuh dan berubah. Seorang partisipan perlu menghadapi setiap anggotanya dalam kelompok dengan suatu tema. Misalnya, seorang anggota kelompok berkata, “Saya telah lama duduk di sini, ingin berpartisipasi, tapi tak jadi karena aku takut untuk memberikan kepercayaan kepada orang-orang yang ada disini. Selain itu, saya tidak yakin bahwa saya pantas untuk menghabiskan waktu dengan kelompok ini”. Konselor bisa menjawabnya dengan pertanyaa, “Bisakah anda melakukan sesuatu sekarang juga untuk membawa diri Anda lebih jauh dan mulai bekerja guna memperoleh rasa percaya dan kepercayaan diri?” Jika jawaban orang itu mengiakan, konselor menganjurkan,”pergilah kepada setiap anggota kelompok dan selesaikanlah ini. Saya tidak mempercayai Anda karena. . . . . .” sejumlah latihan bisa membantu orang untuk melibatkan diri dan memilih mengatasi hal-hal yang membekukan dirinya dalam ketakutan.
Sejumlah contoh lain yang ditangani melalui teknik “berkeliling”, direfleksikan oleh komentar-komentar para klien seperti, “Saya ingin lebih sering berhubungan dengan orang-orang”, “Saya bosan dengan apa yang berlangsung dalam kelompok ini”, “Disini tidak ada seorang pun yang tampak menaruh perhatian”, “Saya ingin menjalin hubungan dengan Anda, tapi saya takut ditolak”, “Sulit bagi saya menerima omong kosong yang baik. Saya selalu mengesampingkan yang baik-baik yang disampaikan orang lain kepada saya”, “Sulit bagi saya untuk mengatakan hal-hal yang negative kepada orang lain, saya ingin selalu menjadi orang yang menyenangkan”, “Saya ingin lebih menyenangkan dalam berhubungan dan menjalin kerabat”.

3.       “Saya memikul tanggungjawab”
Dalam latihan ini, konselor meminta untuk membuat suatu pernyataan dan kemudian menambahkan pada pernyataan itu kalimat, “Dan saya bertanggungjawab untuk itu”. Contoh-contohnya adalah “Saya merasa jenuh dan saya bertanggungjawab atas kejenuhan saya itu”, “Saya mersa terasing dan kesepian, dan saya bertanggungjawab atas keterasingan saya itu”, “Saya tidak tahu apa yang harus saya katakana sekarang, dan saya bertanggungjawab atas ketidaktahuan saya itu.” Teknik ini merupakan perluasan kontinum kesadaran dan dirancang untuk membantu orang-orang agar mengakui dan menerima perasaan-perasaannya itu kepada orang lain. Meskipun tampaknya mekanis, teknik ini terbukti bisa sangat berguna.

4.      “Saya memiliki suatu rahasia”
Teknik ini dimaksudkan untuk mengeksplorasi perasaan-perasaan berdosa dan malu. Konselor meminta kepada klien untuk berkhayal tentang suatu rahasia pribadi yang terjaga dengan baik, membayangkan bagaimana perasaan mereka dan bagaimana orang lain bereaksi jika mereka membuka rahasia itu. Dalam setting kelompok, konselor meminta kepada para partisipan untuk membayangkan diri mereka sendiri di hadapan sekelompok orang dan membukakan aspek-aspek yang telah menguras banyak energy untuk menyembunyikannya terhadap orang lain. Kemudian konselor meminta kepada para pertisipan untuk membayangkan apa yang akan dikatakan oleh setiap anggota kelompok itu ketika para partisipan membuka rahasia itu kepada mereka. Teknik ini juga bisa digunakan sebagai metode pembentukan kepercayaan dalam rangka mengeksplorasi mengapa para klien mau membukakan rahasianya dan mengeksplorasi ketakutan-ketakutan menyampaikan hal-hal yang mereka anggap memalukan atau menimbulkan rasa berdosa.

5.      Bermain proyeksi
Dinamika proyeksi terdiri atas seseorang melihat pada orang lain hal-hal yang justru ia tidak mau melihatnya dan menerimanya pada dirinya sendiri. Orang bisa banyak menguras energy untuk mengingkari perasaan-perasaannya sendiri untuk mengalihkan motif-motif dirinya pada orang lain. Acap kali terutama dalam setting kelompok, pernyataan seseorang tentang orang lain sebenarnya adalah proyeksi dari atribut-atribut yang dimilikinya.
Dalam permainan “bermain proyeksi” konselor meminta kepada klien yang mengatakan “saya tidak bisa mempercayaimu” untuk memainkan peran sebagai orang yang tidak bisa menaruh kepercayaan guna menyingkapkan sejauh mana ketidakpercayaan itu menjadi konflik dalam dirinya. Dengan perkataan lain, konselor meminta klien untuk mencobakan pernyataan-pernyataan tertentu yang ditujukan kepada orang lain dalam kelompok.

6.      Pembalikan
Gejala-gejala dan tingkah laku tertentu sering kali merepresentasikan pembalikan impuls-impuls yang mendasari atau yang laten. Jadi konselor bisa meminta klien untuk mengaku menderita inhibisi-inhibisi yang kuat dan rasa malu yang berlebihan agar memainkan peran sebagai seorang ekshibisionis dalam kelompok.
Teori yang  melandasi teknik pembalikan adalah teori bahwa klien terjun ke dalam sesuatu yang ditakutinya karena bisa menimbulkan kecemasan dan menjalin hubungan dengan bagian-bagian diri yang telah ditekan atau diingkarinya. Oleh karena itu, teknik ini membantu para klien untuk mulai menerima atribut-atribut pribadinya yang telah dicoba diingkarinya.
Ilustrasi dari teknik pembalikkan ini adalah kasus seorang wanita yang diminta oleh konselor untuk menjadi orang yang jahat. Konselor meminta kepada klien untuk berkeliling mendatangi semua orang dalam kelompoknya untuk memberikan kutukan, menunjukkan niat jahat, dan mengatakan sesuatu yang sangat ditakuti oleh mereka. Selain itu klien juga menyampaikan sumpah-sumpahnya. Klien adalah seorang yang tidak pernah mampu mengakui sisi buruk dirinya dan oleh karenanya dia merepresi sisi buruknya itu. Dia menimbun kebencian dan dendam sebagai hasil sampingan represinya. Ketika ia didorong untuk mengungkapkan sisi buruknya yang sebelumnya tak pernah dilakukannya, hasilnya cukup dramatis. Klien secara intens merasakan sisi yang diingkarinya dan lambat laun dapat mengintegrasikan sisi tersebut ke dalam dirinya.

7.      Ulangan
Menurut Perls, banyak pemikiran kita yang merupakan pengulangan. Dalam fantasi, kita mengulang peran yang kita anggap masyarakat mengharapkan kita memainkannya. Ketika tiba saat menampilkannya, kita mengalami demam panggung atau kecemasan, yakni kita takut tidak mampu memainkan peran kita itu dengn baik. Pengulangan internal menghabiskan banyak energy dan acap kali menghambat spontanitas dan kesediaan kita untuk bereksperimen dengan tingkah laku baru.
Para anggota kelompok konseling melakukan permainan berbagi pengulangan satu sama lain dengan upaya meningkatkan kesadaran atas pengulangan-pengulangan yang dilakukan oleh mereka dalam memenuhi tuntutan memainkan peran social. Mereka menjadi lebih sadar betapa mereka selalu mencoba memenuhi pengharapan-pengharapan orang lain, sadar atas seberapa besar derajat keinginan mereka untuk disetujui, diterima, dan disukai, serta sejauh mana mereka berusaha memperoleh penerimaan.
8.      Melebih-lebihkan
Permainan ini berhubungan dengan konsep peningkatan kesadaran atas tanda-tanda dan isyarat-isyarat halus yang dikirimkan oleh seseorang melalui bahasa tubuh. Gerakan-gerakan, sikap-sikap badan, dan mimic muka bisa mengkomunikasikan makna-makna yang penting, begitupun isyarat-isyarat yang tidak lengkap. Klien diminta untuk melebih-lebihkan gerakan-gerakan atau mimic muka secara berulang-ulang, yang biasanya mengintensifkan perasaan yag terpaut pada tingkah laku dan membuat makna bagian dalam menjadi lebih jelas.
Tingkah laku yang bisa digunakan dalam permainan melebih-lebihkan itu misalnya tersenyum sambil mengungkapkan kesakitan atau perasaan negative, gemetar (menggoyangkan tangan dan kaki), dudu lunglai dan menurunkan pundak, mengepalkan tinju, mengerutkan dahi, menyeringai, dan menyilangkan tangan. Jika klien melaporkan bahwa kedua kakinya gemetar, misalnya, konselor bisa meminta kepada klien utnuk berdiri dan melebih-lebihkan getarannya. Kemudian konselor bisa meminta klien untuk mengungkapkan arti getaran kakinya itu dengan kata-kata.
Sebagai variasi dari bahasa tubuh, tingkah laku verbal juga bisa digunakan dalam permainan melebih-lebihkan. Konselor bisa meminta klien agar mengulangi pernyataan yang telah dicoba dibelokkannya, dan setiap mengulang pernyataan itu diucapkan lebih keras. Teknik ini sering membawa hasil bahwa klien mulai sugguh-sungguh mendengar dan didengar dirinya sendiri.
9.      Bisakah Anda tetap dengan perasaan ini?
Teknik ini dapat digunakan untuk klien yang menunjukkan perasaan atau suasana hati yang tidak menyenangkan atau ia sangat ingin menghindarinya. Konselor mendorong klien untuk tetap bertahan dengan perasaan yang ingin dihindarinya itu.
Kebanyakan klien ingin melarikan diri dari stimulus yang menakutkan dan menghindari perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan. Dalam hal ini konselor tetap mendorong klien untuk bertahan dengan ketakutan atau kesakitan perasaan yang dialaminya sekarang dan mendorong klien untuk menyelam lebih dalam ke dalam tingklah laku dan perasaan yang ingin dihindarinya itu.
Untuk membuka dan membuat jalan menuju perkembangan kesadaran perasaan yang lebih baru tidak cukup hanya mengkonfrontasi dan menghadapi perasaan-perasaan yang ingin dihindarinya tetapi membutuhkan keberanian dan pengalaman untuk bertahan dalam kesakitan perasaan yang ingin dihindarinya itu.

G.    Kecocokan Konseling GESTALT untuk diterapkan di Indonesia
Factor-faktor yang berhubungan dengan penerapan yang pantas dari teknik-teknik terapi Gestalt adalah :
1.      Waktu
2.      Jenis klien yang ditangani
3.      Setting yang dihadapi.
Sherperd (1970) menghubungakan diri dengan factor-faktor tersebut dan menggarisbawahi soal-soal yang direfleksikannya :
Pada umumnya, konseling Gestalt paling efektif menangani individu-individu yang diasosiasikan secara berlebihan, terhambat, dan mengerut –yang sering dijabarkan sebagai neurotic, fobik, perfeksionistik, tidak efektif, depresif, dsb- yang fungsi psikologisnya terbatas atau tidak konsisten, terutama ditandai oleh retriksi-retriksi internalnya, dan yang kesenangan hidupnya minimal. Sebagian besar upaya konseling Gestalt karenanya diarahkan kepada orang-orang dengan cirri-ciri tersebut.
Berikut ini adalah cirri-ciri yang spesifik konseling Gestalt.
Kelebihan konseling Gestalt :
a.       Konseling Gestalt menangani masa lampau dengan membawa aspek-aspek masa lampau yang relevan ke saat sekarang.
b.       Konseling Gestalt memberikan perhatian terhadap pesan-pesan nonverbal dan pesan-pesan tubuh.
c.        Konseling Gestalt menolak mengakui ketidakberdayaan sebagai alasan untuk tidak berubah.
d.       Konseling Gestalt meletakkan penekanan pada klien untuk menemukan makna dan penafsiran-penafsiran sendiri.
e.        Konseling Gestalt menggairahkan hubungan dan mengungkapkan perasaan langsung menghindari intelektualisasi abstrak tentang masalah klien.
f.        Pendekatan ini menekankan memberi bantuan pada orang untuk memasukkan dan menerima semua aspek kehidupan. Seorang individu tidak dapat dipahami diluar konteks seluruh orang yang memilih untuk bertindak pada lingkungannya dimasa sekarang (Parsons, 1975).
g.        Pendekatan ini membantu klien berfokus pada bidang pemecahan masalah yang belum terselesaikan. Ketika klien dapat menyelesaikannya, hidup dapat dijalani secara produktif.
h.       Pendekatan ini menempatkan penekanan utama pada tindakan bukan hanya bicara. Aktivitas membantu individual mengalami apa sebenarnya proses perubahan itu dan membuat kemajuan yang lebih pesat.
i.         Pendekatan ini fleksibel dan tidak terbatas hanya pada beberapa teknik. Setiap aktivitas yang membantu klien menjadi lebih integratif dapat diterapkan dalam konseling Gestalt.

Kelemahan konseling Gestalt :
a.       Konseling Gestalt tidak berlandaskan pada suatu teori yang kukuh
b.       Konseling Gestalt cenderung antiintelektual dalam arti kurang memperhitungkan faktor-faktor kognitif.
c.        Konseling Gestalt menekankan tanggung jawab atas diri kita sendiri, tetapi mengabaikan tanggung jawab kita kepada orang lain.
d.       Terdapat bahaya yang nyata bahwa konselor yang menguasai teknik-teknik Gestalt akan menggunakannya secara mekanis sehingga konselor sebagai pribadi tetap tersembunyi.
e.        Para klien sering bereaksi negative terhadap sejumlah teknik Gestalt karena merasa dianggap tolol. Sudah sepantasnya konselor berpijak pada kerangaka yang layak agar tidak tampak hanya sebagai muslihat-muslihat.
f.        Pendekatan ini kurang mempunyai dasar teoritikal. Beberapa kritik memandang konseling Gestalt sebagai semua pengalaman dan teknik  yaitu, terlalu menarik perhatian (Corey, 2005). Mereka mempertahankan bahwa pendekatan ini anti teoritikal.
g.        Pendekatan ini beradapan ketat dengan pengalaman tentang “bagaimana “ dan sekarang (Perls, 1969). Dua prinsip bermata dua ini tidak membolehkan perubahan dan sudut pandang yang pasif, yang lebih sering digunakan oleh klien.
h.       Pendekatan ini menghindari diagnosa dan pengujian.
i.         Pendekatan ini terlalu berfokus pada perkembangan individual dan dikritik atas keegoisannya. Fokusnya adalah pada perasaan dan penemuan pribadi sepenuhnya.
Secara garis besar konseling Gestalt dapat diterapkan di Indonesia. Namun harus tetap  memperhatikan beberapa norma-norma yang telah melekat di Indonesia yaitu diantaranya budaya Indonesia yang tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain dan tidak bisa lepas dari kebergantungan, orang Indonesia yang selalu ingin di dengar, dan selalu memikirkan orang lain, untuk bersifat egois sangat kecil kemungkinannya.

2 comments:

  1. ini referensi dari buku apa bro kalo boleh tau :)

    ReplyDelete
  2. boleh di kasih tahu bukunya mas, aku lagi ada riset tentang masalah ini:)

    ReplyDelete