TEKNIK KONSELING : GESTALT
A.
Prinsip
Dasar Konseling GESTALT
Terdapat beberapa prinsip yang mendasari teori
Gestalt meliputi : holisme, teori lapangan, proses formasi figur, aturan
organismis diri;
Holisme
: Menurut Latner (1986) Holisme merupakan salah satu prinsip pokok konseling
Gestalt, semua perangai dipandang sebagai satu kesatuan dan seluruhnya koheren,
dan semua berbeda dari setiap bagiannya.
Teori
Lapangan : konseling Gestalt berdasarkan teori lapangan yang berdasarkan pada
prinsip bahwa organisme harus dilihat dalam lingkungannya sendiri, atau dalam
konteksnya, sebagai bagian lapangan yang berubah-rubah secara konstan. konselig
Gestalt merehat prinsip bahwa segala sesuatu itu saling berhubungan, saling
berkaitan dan ada dalam proses.
Proses
Formasi Figur,: proses formasi figur menggambarkan bagaimana individu
mengorganisir lingkungannya dari waktu ke waktu. Dalam terapi Gestalt lapangan
yang tidak berbeda di sebut sebagi background, dan munculnya fokus perhatian
disebut figur (Latner,1986).
Keadaan sekarang merupakan masa yang paling penting
dalam konseling Gestalt. Salah satu kontribusi utama pendekatan Gestalt adalah
penekanannya pada pembelajaran untuk mengapresiasi dan pengalaman disaat
sekarang.
E
Polster dan Polster (1973) mengembangkan tesis bahwa “kekuatan adalah keadaan
yang ada saat ini”. Banyak orang menghabiskan energinya untuk menangisi
kesalahan masa lalunya. Untuk membantu klien menjalin hubungan dengan keadaan
saat sekarang, pelaksana konseling Gestalt terfokus pada beberapa pertanyaan
“apa” dan “bagaimana”.
Urusan yang tak berakhir tetap bertahan sampai
individu menghadapi dan mempermasalahkan perasaan-perasaan yang terpendam. Konselor
Gestalt menekankan pemberian perhatian pada pengalaman tubuh atas asumsi bahwa
jika perasaan tidak diungkapkan maka cenderung menimbulkan gejala-gejala
psikologis.
Perasaan yang tidak dikenal menimbulkan emosi yang tidak perlu yang mengacaukan kesadaran yang ada. Kebuntuan (stuck point) adalah waktu ketika dukungan eksternal tidak lagi berarti atau cara yang lumrah tidak lagi berjalan.
Perasaan yang tidak dikenal menimbulkan emosi yang tidak perlu yang mengacaukan kesadaran yang ada. Kebuntuan (stuck point) adalah waktu ketika dukungan eksternal tidak lagi berarti atau cara yang lumrah tidak lagi berjalan.
Dalam terapi Gestalt menjalin hubungan dibutuhkan
jika perubahan dan pertumbuhan ingin terjadi. Ketika kita menjalin hubungan
dengan lingkungan, maka perubahan tidak dapat dihindari. Hubungan itu dilahirkan
dengan penglihatan, pendengaran, penciuman, sentuhan, dan gerakan. Hubungan
yang efektif berarti interaksi yang baik dengan alam dan manusia lain tanpa
menghilangkan rasa individualitas seseorang. Hal ini merupakan kelengkapan
individu yang kreatif yang diperbaharui secara terus menerus pada lingkungannya
(M. Polster,1987)
Konselor Gestal juga terfokus pada tantangan dalam
menjalin hubungan, E. Polster dan Polster (1973) menggambarkan lima aliran
utama tantangan tersebut ; introjeksi, proyeksi, retrofleksi, defleksi, dan
pertemuan.
1. Introjeksi
: kecenderungan untuk menerima kepercayaan dan derajat orang lain tanpa kritis,
tanpa menjadikannya selaras dengan keadaan kita sebenarnya.
2. Proyeksi
: kebalikan introjeksi, dalam proyeksi kita ditunjukan aspek-aspek tertentu
diri kita dalam lingkungan. Ketika kita sedang diproyeksi, kita mempunyai
gangguan yang membedakan antara dunia internal dan dunia luar, berupa
sifat-sifat kepribadian kita yang tidak konsisten dengan citra diri kita yang
ditunjukan didepan orang lain.
3. Retrofleksi
: yaitu melihat diri kita ke belakang apa yang ingin kita lakukan pada orang
lain dan sedang melakukan apa untuk diri kita, apa yang akan dilakukan
oranglain pada kita.
4. Defleksi
: merupakan proses penyimpangan, sehingga sulit untuk mempertahankan rasa
keterhubungan yang ditopang. Pemyimpangan ini berupa berkurangnya pengalaman
emosional.
5. Konfluens
: berupa pengaburan perbedaan antara pribadi dan lingkungan. Konfluens dalam masalah
hubungan meliputi ketidak terlibatan diri dalam konflik .
B.
Konsep
Dasar Konseling GESTALT
Konseling Gestalt menitikberatkan pada semua yang
timbul pada saat ini. Pendekatan ini tidak memperhatikan masa lampau dan juga
tidak memperhatikan yang akan datang. Jadi pendekatan Gestalt lebih menekankan
pada proses yang ada selama konseling berlangsung. Dalam buku Geralt Corey
menekankan konsep-konsep seperti perluasan kesadaran, penerimaan tanggung jawab
pribadi, urusan yang tak terselesaikan, penghindaran,dan menyadari saat
sekarang.
Bagi Perls, tidak ada yang “ada” kecuali “sekarang”.
Karena masa lalu telah pergi dan masa depan belum terjadi,maka saat sekaranglah
yang terpenting. Guna membantu klien untk membuat kontak dengan saat sekarang,
terapis lebih suka mengajukan pertanyaan-pertanyaan ”apa” dan “bagaimana”
ketimbang “mengapa”, karena pertanyaan mengapa dapat mengarah pada
pemikiran yang tak berkesudahan tentang masa lampau yang hanya akan
membangkitkan penolakan terhadap saat sekarang.
Konsep dasar pendekatan Gestalt adalah Kesadaran,
dan sasaran utama Gestalt adalah pencapaian kesadaran. Menurut buku M.A Subandi
(psikoterapi, hal. 96) kesadaran meliputi:
Kesadaran
akan efektif apabila didasarkan pada dan disemangati oleh kebutuhan yang ada
saat ini yang dirasakan oleh individu
Kesadaran
tidak komplit tanpa pengertian langsung tentang kenyataan suatu situasi dan
bagaimana seseorang berada di dalam situasi tersebut.
Kesadaran
itu selalu ada di sini-dan-saat ini. Kesadaran adalah hasil penginderaan, bukan
sesuatu yang mustahil terjadi.
Dalam buku Geralt Corey (1995), dalam terapi Gestalt
terdapat juga konsep tentang urusan yang tak terselesaikan, yaitu mencakup
perasaan-perasaan yang tidak terungkapkan seperti dendam, kemarahan, sakit
hati, kecemasan rasa diabaikan dan sebagainya. Meskipun tidak bisa diungkapkan,
perasaan-perasaan itu diasosiasikan dengan ingatan dan fantasi tertentu. Karena
tidak terungkap dalam kesadaran, perasaan itu tetap tinggal dan dibawa kepada
kehidupan sekarang yang menghambat hubungan yang efektif dengan dirinya sendiri
dan orang lain. Dengan ini, di harapkan klien akan dibawa kesadarannya dimasa
sekarang dengan mencoba menyuruhnya kembali kemasa lalu dan kemudian klien
disuruh untuk mengungkapkan apa yang diinginkannya saat lalu sehingga perasaan
yang tak terselesaikan dulu bisa dihadapi saat ini.
C.
Tujuan
konseling GESTALT
Tujuan utama konseling Gestalt adalah membantu klien
agar berani mengahadapi berbagai macam tantangan maupun kenyataan yang harus
dihadapi. Tujuan ini mengandung makna bahwa klien haruslah dapat berubah dari
ketergantungan terhadap lingkungan/orang lain menjadi percaya pada diri, dapat
berbuat lebih banyak untuk meingkatkan kebermaknaan hidupnya.
Individu
yang bermasalah pada umumnya belum memanfaatkan potensinya secara penuh,
melainkan baru memanfaatkan sebagaian dari potensinya yang dimilikinya. Melalui
konseling konselor membantu klien agar potensi yang baru dimanfaatkan sebagian
ini dimanfaatkan dan dikembangkan secara optimal.
Secara
lebih spesifik tujuan konseling Gestalt adalah sebagai berikut.
a. Membantu
klien agar dapat memperoleh kesadaran pribadi, memahami kenyataan atau
realitas, serta mendapatkan insight secara penuh.
b. Membantu
klien menuju pencapaian integritas kepribadiannya
c. Mengentaskan
klien dari kondisinya yang tergantung pada pertimbangan orang lain ke mengatur
diri sendiri (to be true to himself)
d. Meningkatkan
kesadaran individual agar klien dapat beringkah laku menurut prinsip-prinsip
Gestalt, semua situasi bermasalah (unfisihed bussines) yang muncul dan selalu
akan muncul dapat diatasi dengan baik.
D.
Hubungan
Konselor-Klien Konseling GESTALT
Praktek konseling Gestalt
yang efektif melibatkan hubungan pribadi ke
pribadi antara konseling dan klien. Pengalaman-pengalaman,
kesadaran, persepsi-persepsi konseling menjadi latara belakang, sementara
kesadaran dan reaksi-reaksi klien membentuk bagian muka proses konseling. Yang
penting adalah konseling secara aktif berbagi
persepsi-persepsi dan pengalaman-pengalaman saat
sekarang ketika dia menghadapi klien disini dan sekarang. Disamping
itu, konseling memberikan umpan balik, terutama yang
berkaitan dengan apa yang dilakukan oleh
klien melalui tubuhnya. Umapan balik memberikan alat kepada klien untuk
mengembangkan kesadaran atas apa yang sesungguhnya mereka lakukan. Konselor
harus menghadapi klien dengan reaksi-reaksi yang jujur dan
langsung serta menantang manipulasi-manipulasi
klien tanpa menolak klien sebagai pribadi (Corey, 1995: 344).
Konselor bersama klien perlu mengeksplorasi ketakutan-ketakutan,
pengharapan-pengharapan katastrofik, penghambatan-penghambatan, dan
penolakan-penolakan klien.
M. A Subandi dalam bukunya (Psikoterapi, hal. 89), Hubungan antara
konselor dan klien adalah sejajar yaitu hubungan antara klien dan konselor itu
adanya /melibatkan dialog dan hubungan antara keduanya. Pengalaman – pengalaman
kesadaran dan persepsi konselor merupakan inti dari proses konseling.
Menurut Gerald Corey dalam bukunya (Teori dan Praktek Konseling dan
Psikoterapi, hal. 132), hubungan terapis dan klien dalam praktek terapi
Gestalt yang efektif yaitu dengan melibatkan hubungan pribadi-ke-pribadi antara
terapis dan klien. Pengalaman-pengalaman, kesadaran, dan persepsi-persepsi
terapis menjadi latar belakang, sementara kesadaran dan reaksi-reaksi klien
membentuk bagian muka proses terapi.
Polster dan Polster (1973, h.18-23) memperingatkan bahwa jika konselor
mengabaikan kualitas-kualitas pribadinya sebagai instrument dalam konseling,
maka dia hanya akan menjadi seorang teknisi. Mereka menganjurkan penggunaan
tingkah laku terapis yang berlingkup luas, dan memperingatkan bahaya dari
tindakan mengidentikkan konseling dengan teknik-teknik yang berlingkup
terbatas. Mereka juga menganjurkan konselor untuk membangkitkan spontanitas diri
dan menggunakan hubungan dengan klien sebagai teknik terapeutik. Kempler (1973,
h.261) menyebut hubungan yang actual antara klien dan konselor sebagai inti
dari proses terapeutik, dan ia menentang “penggunaan taktik-taktik yang bisa
menyembunyikan identitas nyata dari terapis di hadapan banyak kliennya”.
Kempler menandaskan bahwa penggunaan permainan peran bisa menjadi godaan bagi
konselor untuk menjaga agar respon-respon pribadinya tetap tersembunyi.
Meskipun mungkin bisa menjadi cara yang efektif, permainan peran itu bukanlah
tujuan akhir terapi. Kempler juga menyebutkan bahwa teknik-teknik sering
menjadi alat bantu yang bernilai bagi proses terapeutik, tetapi ia menekankan
proses hubungan konselor dank lien dengan alasan bahwa kualitas hubungan
konselor-klien itu menentukan apa yang terjadi pada keduanya.
Sebagai sebuah jenis terapi eksistensial, terapi penggunaan Gestal meliputi
hubungan orang per orang antara konselor dengan kliennya. Konselor bertanggungjawab
atas kualitas keberadaannya, atas pengetahuan tentang dirinya dan klien, dan
terbuka dalam mengingatkan klien.Konselor Gestalt bukan hanya memperbolehkan
kliennya untuk menjadi dirinya sendiri tetapi juga mengingatkan dirinya sendiri
dan jangan sampai melanggar aturan.Banyak para pelaku terapi Gestalt sekarang
ini menempatkan peningkatan penekanan pada faktor-faktor seperti kehadiran,
dialog autentik, keberanian, mengurangi penggunaan ujian stereotip, lebih
mempercayai pengelaman-pengalaman klien.
E. Polster dan Polster (1973) menekankan pentingnya pengetahuan diri konselor
dan menjadikannya sebagai instrumen terapi. Intervensi yang digunakan oleh
pelaku terapi menggunakan pengembangan proses ini. Ujicoba harus ditujukan
untuk membentuk kesadaran, bukan pada solusi sederhana atas masalah-masalah
klien.
E.
Proses
konseling GESTALT
Proses konseling Gestalt
dilaksanakan melalui beberapa Fase konseling yaitu :
Fase pertama, konselor
mengembangkan pertemuan konseling, agar tercapai situasi yang memungkinkan
perubahan-perubahan yang diharapkan pada klien. Pola hubungan yang diciptakan
untuk setiap klien berbeda, karena masing-masing klien mempunyai keunikan
sebagai individu serta memiliki kebutuhan yang bergantung kepada masalah yang
harus dipecahkan.
Fase kedua, konselor berusaha
meyakinkan dan mengkondisikan klien untuk mengikuti prosedur yang telah
ditetapkan sesuai dengan kondisi klien. Ada dua hal yang dilakukan konselor
dalam fase ini, yaitu :
1. Membangkitkan motivasi klien, dalam
hal ini klien diberi kesempatan untuk menyadari ketidaksenangannya atau
ketidakpuasannya. Makin tinggi kesadaran klien terhadap ketidakpuasannya
semakin besar motivasi untuk mencapai perubahan dirinya, sehingga makin tinggi
pula keinginannya untuk bekerja sama dengan konselor.
2. Membangkitkan dan mengembangkan
otonomi klien dan menekankan kepada klien bahwa klien boleh menolak saran-saran
konselor asal dapat mengemukakan alasan-alasannya secara bertanggung jawab.
Fase ketiga, konselor mendorong
klien untuk mengatakan perasaan-perasaannya pada saat ini, klien diberi
kesempatan untuk mengalami kembali segala perasaan dan perbuatan pada masa
lalu, dalam situasi di sini dan saat ini.Kadang-kadang klien diperbolahkan
memproyeksikan dirinya kepada konselor.Melalui fase ini, konselor berusaha
menemukan celah-celah kepribadian atau aspek-aspek kepribadian yang hilang,
dari sini dapat diidentifikasi apa yang harus dilakukan klien.
Fase keempat, setelah klien
memperoleh pemahaman dan penyadaran tentang pikiran, perasaan, dan tingkah
lakunya, konselor mengantarkan klien memasuki fase akhir konseling. Pada fase
ini klien menunjukkan gejala-gejala yang mengindikasikan integritas
kepribadiannya sebagai individu yang unik dan manusiawi. Klien telah memiliki
kepercayaan pada potensinya, menyadari keadaan dirinya pada saat sekarang,
sadar dan bertanggung jawab atas sifat otonominya, perasaan-perasaannya,
pikiran-pikirannya dan tingkah lakunya. Dalam situasi ini klien secara
sadar dan bertanggung jawab memutuskan untuk “melepaskan” diri dari konselor,
dan siap untuk mengembangan potensi dirinya.
F.
Teknik-teknik
Konseling GESTALT
Di depan telah disebutkan bahwa konseling Gestalt
adalah lebih dari sekedar sekumpulan teknik atau “permainan-permainan”. Apabila
interaksi pribadi antara konselor dank lien merupakan inti dari proses
terapeutik, teknik-teknik bisa berguna sebagai alat untuk membantu klien guna
memperoleh kesadaran yang lebih penuh, mengalami konflik-konflik internal,
menyelesaikan inkonsistensi-inkonsistensi dan dikotomi-dikotomo, dan menembus
jalan buntu yang menghambat penyelesaian urusan yang tak selesai. Teknik-teknik
dalam konseling Gestalt digunakan sesuai dengan gaya kepribadian konselor.
1. Permainan
dialog
Sebagaimana
telah disebutkan di muka, salah satu tujuan dari konseling Gestalt adalah
mengusahakan fungsi yang terpadu dan penerimaan atas aspek-aspek kepribadian
yang dicoba dibuang atau diingkari. Konseling Gestalt menaruh perhatian yang
besar pada pemisahan dalam fungsi kepribadian. Yang paling utama adalah
pemisahan antara “top dog” dan “under dog”. Konseling sering difokuskan
pada pertentangan antara “top dog” dan “under dog” itu.
Top
dog
itu adil, otoriter, moralistic, menuntut, berlaku sebagai majikan, dan
manipulative. Ia adalah “orang tua yang kritis” yang mengusik kata-kata “harus”
dan “sewajibnya” serta memanipulasi dengan ancaman-ancaman bencana. Sedangkan under dog memanipulasi dengan memainkan
peran sebagai korban, defensive, membela diri, tak berdaya, lemah, dan tak
berkekuasaan. Ia adalah sisi pasif, tanpa tanggungjawab, dan ingin dimaklumi. Top dog dan uder dog terlibat dalam pertarungan yang tak berkesudahan untuk
memperoleh kendali. Perterungan itu bisa membantu menerangkan, mengapa
resolusi-resolusi dan janji-janji sering tidak terlaksana dan mengapa
kelambanan menjadi menetap. Top dog
yang tiran menutut seseorang untuk begini dan begitu, sementara under dog
dengan sikap menentang memainkan peran sebagai anak yang bandel. Sebagai akibat
dari pertarungan untuk memperoleh kendali itu, individu menjadi terpecah ke
dalam situasi sebagai yang dikendalikan. Perang saudara antara dua sisi
tersebut tidak pernah sepenuhnya berakhir, sebab kedua sisi berjuang demi
keberadaannya.
Konflik
antara dua sisi kepribadian yang berlawanan itu berakar pada mekanisme
introyeksi yang melibatkan penggabungan aspek-aspek dari orang lain, biasanya
orang tua, ke dalam system ego individu. Perls menunjukkan bahwa pengambilan
nilai-nilai dan sifat-sifat orang lain itu perlu dan diharapkan. Akan tetapi,
ada bahayanya apabila seseorang menerima seluruh nilai orang lain secara tidak
kritis, yakni meyebabkan orang itu sulit untuk menjadi pribadi yang otonom.
Adalah suatu hal yang esensial bahwa orang menyadari introyeksinya, terutama
introyeksi beracun yang dapat meracuni system dan menghambat integrasi
kepribadian.
Teknik
kursi kosong adalah suatu cara untuk mengajak klien agar mengeksternalisasikan
introyeksinya. Dalam teknik ini dua kursi diletakkan di tengah ruangan.
Konselor meminta klien duduk di kursi yang satu dan meminkan peran sebagai top
dog, kemudian berpisah ke kursi lain menjadi under dog. Dialog bisa
dilangsungkan diantara kedua sisi klien. Melalui teknik ini
introyeksi-introyeksi bisa dimunculkan ke permukaan, dank lien bisa mengalami
konflik lebih penuh. Konflik bisa diselesaikan melalui permainan dan integrasi
kedua sisi kepribadian klien. Teknik ini membantu klien agar bisa berhubungan
dengan perasaan atau sisi fari dirinya sendiri yang diingkarinya; klien
mengintensifkan dan mengalami secara penuh perasaan-perasaan yang bertentangan,
ketimbang hanya membicarakannya. Selanjutnya dengan membantu kien untuk
menyadari perasaan adalah bagian dari yang sangat nyata, teknik ini mencegah
klien memisahkan perasaan. Teknik ini juga bisa membantu klien untuk mengetahui
introyeksi-introyeksi parental yang tidak menyenangkan. Contohnya, mungkin
klien berkata, “Itu kedengarannya mirip dengan apa yang dikatakan oleh
ayah saya terhadap saya!”
introyeksi-introyeksi parental dapat menyebabkan permainan “menyiksa diri”terus
berlangsung selama klien mempertahankan perintah-perintah orang tuanya yang
digunakan untuk menghukum dan mengendalikan diri sendiri.
Dialog
antara dua kecenderungan yang berlawanan memiliki sasaran meningkatkan taraf
integrasi polaritas-polaritas dan konflik-konflik yang ada pada diri seseorang
ke taraf yang lebih tinggi. Dengan sasaran itu konselor tidak bermaksud
memisahkan klien dari sifat-sifat tertentu, tetapi mendorong klien agar belajar
menerima dan hidup dengan polaritas-polaritas. Perls yakin bahwa pendekatan-pendekatan
lain terlalu menitik beratkan perubahan. Ia menandaskan bahwa perubahan tak
bisa dipaksakan dan bahwa melalui penerimaan atas polaritas-polaritas.
Integrasi bisa terjadi serta klien akan menghentikan permainan menyiksa
dirinya. Terdapat banyak contoh konflik umum yang bisa digunakan dalam
permainan dialog. Diantaranya adalah : (1) sisi orang tua melawan sisi anak.
(2) sisi tanggungjawab lawan sisi yang impulsive. (3) sisi yang purintan lawan
sisi yang sexy. (4) “anak baik” lawan “anak nakal”. (5) diri yang agresif lawan
diri yang pasif. Dan (6) sisi yang otonom lawan sisi yang marah.
Teknik
permaianan dialog dapat digunakan,baik dalam konseling individual maupun
konseling kelompok. Berikut ini uraian salah satu contoh konflik umum antara top dog dan underdog yang telah dibuktikan menjadi kekuatan membantu klien
menjadi lebih sadar atas pemisahan internalnya dan atas sisi yang mungkin
menjadi dominan. Klien yang dalam kasus ini adalah seorang wanita, memainkan
peranan sebagai orang yang malang, lemah, tak berdaya, dan bergantung. Klien
mengeluh bahwa dirinya malang, benci dan dendam terhadap suaminya, tetapi dia
takut bahwa jika suaminya itu meninggalkan dirinya, dia akan mengalami
disintegrasi. Klien menggunakan suami sebagai dalih bagi ketidakmampuannya. Dia terus menerus
menempatkan dirinya di bawah, dan selalu berkata “Saya tidak bisa”, menetapkan
bahwa dirinya cukup malang untuk menginginkan perubahan gaya kebergantungannya,
konselor meminta klien untuk duduk di sebuah kursi di tengah ruangan menjadi
underdog dan membesar-besarkan sisi dirinya ini. Kemudian jika klien menjadi
anak terhadap sisi underdognya itu, konselor meminta klien untuk menjadi sisi
yang lain – yakni sisi top dog yang memandang rendah – dan berbicara kepada
“saya yang malang”. Kemudian konselor meminta kepada klien agar berpura-pura
bahwa dia berkuasa, kuat dan maniri serta bertindak seakan-akan dia bukan tidak
berdaya. Konselor bertanya, “Apa yang akan terjadi jika Anda kuat dan mandiri
serta jika Anda menyingkirkan kebergantungan Anda?”. Teknik-teknik semacam ini
sering bisa menggerakkan para klien kea rah sungguh-sungguh mengalami
peran-peran yang mereka inginkan untuk seterusnya, yang acap kali menghasilkan
penemuan kembali aspek-aspek otonom.
2. Membuat
lingkaran dan berkeliling
Berkeliling
adalah suatu latihan konseling Gestalt dimana klien diminta untuk berkeliling
ke anggota-anggota kelompoknya, dan berbicara atau melakukan sesuatu dengan
setiap anggota kelompoknya itu. Maksud teknik ini adalah untuk menghadapi,
memberanikan dan menyingkapkan diri, bereksperimen dengan tingkah laku yang
baru, serta tumbuh dan berubah. Seorang partisipan perlu menghadapi setiap
anggotanya dalam kelompok dengan suatu tema. Misalnya, seorang anggota kelompok
berkata, “Saya telah lama duduk di sini, ingin berpartisipasi, tapi tak jadi
karena aku takut untuk memberikan kepercayaan kepada orang-orang yang ada
disini. Selain itu, saya tidak yakin bahwa saya pantas untuk menghabiskan waktu
dengan kelompok ini”. Konselor bisa menjawabnya dengan pertanyaa, “Bisakah anda
melakukan sesuatu sekarang juga untuk membawa diri Anda lebih jauh dan mulai
bekerja guna memperoleh rasa percaya dan kepercayaan diri?” Jika jawaban orang
itu mengiakan, konselor menganjurkan,”pergilah kepada setiap anggota kelompok
dan selesaikanlah ini. Saya tidak mempercayai Anda karena. . . . . .” sejumlah
latihan bisa membantu orang untuk melibatkan diri dan memilih mengatasi hal-hal
yang membekukan dirinya dalam ketakutan.
Sejumlah
contoh lain yang ditangani melalui teknik “berkeliling”, direfleksikan oleh
komentar-komentar para klien seperti, “Saya ingin lebih sering berhubungan
dengan orang-orang”, “Saya bosan dengan apa yang berlangsung dalam kelompok
ini”, “Disini tidak ada seorang pun yang tampak menaruh perhatian”, “Saya ingin
menjalin hubungan dengan Anda, tapi saya takut ditolak”, “Sulit bagi saya
menerima omong kosong yang baik. Saya selalu mengesampingkan yang baik-baik
yang disampaikan orang lain kepada saya”, “Sulit bagi saya untuk mengatakan
hal-hal yang negative kepada orang lain, saya ingin selalu menjadi orang yang
menyenangkan”, “Saya ingin lebih menyenangkan dalam berhubungan dan menjalin
kerabat”.
3. “Saya memikul tanggungjawab”
Dalam
latihan ini, konselor meminta untuk membuat suatu pernyataan dan kemudian
menambahkan pada pernyataan itu kalimat, “Dan saya bertanggungjawab untuk itu”.
Contoh-contohnya adalah “Saya merasa jenuh dan saya bertanggungjawab atas kejenuhan
saya itu”, “Saya mersa terasing dan kesepian, dan saya bertanggungjawab atas
keterasingan saya itu”, “Saya tidak tahu apa yang harus saya katakana sekarang,
dan saya bertanggungjawab atas ketidaktahuan saya itu.” Teknik ini merupakan
perluasan kontinum kesadaran dan dirancang untuk membantu orang-orang agar
mengakui dan menerima perasaan-perasaannya itu kepada orang lain. Meskipun
tampaknya mekanis, teknik ini terbukti bisa sangat berguna.
4. “Saya
memiliki suatu rahasia”
Teknik
ini dimaksudkan untuk mengeksplorasi perasaan-perasaan berdosa dan malu. Konselor
meminta kepada klien untuk berkhayal tentang suatu rahasia pribadi yang terjaga
dengan baik, membayangkan bagaimana perasaan mereka dan bagaimana orang lain
bereaksi jika mereka membuka rahasia itu. Dalam setting kelompok, konselor
meminta kepada para partisipan untuk membayangkan diri mereka sendiri di
hadapan sekelompok orang dan membukakan aspek-aspek yang telah menguras banyak
energy untuk menyembunyikannya terhadap orang lain. Kemudian konselor meminta
kepada para pertisipan untuk membayangkan apa yang akan dikatakan oleh setiap
anggota kelompok itu ketika para partisipan membuka rahasia itu kepada mereka.
Teknik ini juga bisa digunakan sebagai metode pembentukan kepercayaan dalam
rangka mengeksplorasi mengapa para klien mau membukakan rahasianya dan
mengeksplorasi ketakutan-ketakutan menyampaikan hal-hal yang mereka anggap
memalukan atau menimbulkan rasa berdosa.
5. Bermain
proyeksi
Dinamika
proyeksi terdiri atas seseorang melihat pada orang lain hal-hal yang justru ia
tidak mau melihatnya dan menerimanya pada dirinya sendiri. Orang bisa banyak
menguras energy untuk mengingkari perasaan-perasaannya sendiri untuk
mengalihkan motif-motif dirinya pada orang lain. Acap kali terutama dalam
setting kelompok, pernyataan seseorang tentang orang lain sebenarnya adalah
proyeksi dari atribut-atribut yang dimilikinya.
Dalam
permainan “bermain proyeksi” konselor meminta kepada klien yang mengatakan
“saya tidak bisa mempercayaimu” untuk memainkan peran sebagai orang yang tidak
bisa menaruh kepercayaan guna menyingkapkan sejauh mana ketidakpercayaan itu
menjadi konflik dalam dirinya. Dengan perkataan lain, konselor meminta klien
untuk mencobakan pernyataan-pernyataan tertentu yang ditujukan kepada orang
lain dalam kelompok.
6. Pembalikan
Gejala-gejala
dan tingkah laku tertentu sering kali merepresentasikan pembalikan
impuls-impuls yang mendasari atau yang laten. Jadi konselor bisa meminta klien
untuk mengaku menderita inhibisi-inhibisi yang kuat dan rasa malu yang berlebihan
agar memainkan peran sebagai seorang ekshibisionis dalam kelompok.
Teori
yang melandasi teknik pembalikan adalah
teori bahwa klien terjun ke dalam sesuatu yang ditakutinya karena bisa
menimbulkan kecemasan dan menjalin hubungan dengan bagian-bagian diri yang
telah ditekan atau diingkarinya. Oleh karena itu, teknik ini membantu para
klien untuk mulai menerima atribut-atribut pribadinya yang telah dicoba
diingkarinya.
Ilustrasi
dari teknik pembalikkan ini adalah kasus seorang wanita yang diminta oleh
konselor untuk menjadi orang yang jahat. Konselor meminta kepada klien untuk
berkeliling mendatangi semua orang dalam kelompoknya untuk memberikan kutukan,
menunjukkan niat jahat, dan mengatakan sesuatu yang sangat ditakuti oleh
mereka. Selain itu klien juga menyampaikan sumpah-sumpahnya. Klien adalah
seorang yang tidak pernah mampu mengakui sisi buruk dirinya dan oleh karenanya
dia merepresi sisi buruknya itu. Dia menimbun kebencian dan dendam sebagai
hasil sampingan represinya. Ketika ia didorong untuk mengungkapkan sisi
buruknya yang sebelumnya tak pernah dilakukannya, hasilnya cukup dramatis.
Klien secara intens merasakan sisi yang diingkarinya dan lambat laun dapat
mengintegrasikan sisi tersebut ke dalam dirinya.
7. Ulangan
Menurut Perls, banyak pemikiran kita
yang merupakan pengulangan. Dalam fantasi, kita mengulang peran yang kita
anggap masyarakat mengharapkan kita memainkannya. Ketika tiba saat
menampilkannya, kita mengalami demam panggung atau kecemasan, yakni kita takut
tidak mampu memainkan peran kita itu dengn baik. Pengulangan internal
menghabiskan banyak energy dan acap kali menghambat spontanitas dan kesediaan
kita untuk bereksperimen dengan tingkah laku baru.
Para anggota kelompok konseling
melakukan permainan berbagi pengulangan satu sama lain dengan upaya
meningkatkan kesadaran atas pengulangan-pengulangan yang dilakukan oleh mereka
dalam memenuhi tuntutan memainkan peran social. Mereka menjadi lebih sadar
betapa mereka selalu mencoba memenuhi pengharapan-pengharapan orang lain, sadar
atas seberapa besar derajat keinginan mereka untuk disetujui, diterima, dan
disukai, serta sejauh mana mereka berusaha memperoleh penerimaan.
8. Melebih-lebihkan
Permainan ini berhubungan dengan konsep
peningkatan kesadaran atas tanda-tanda dan isyarat-isyarat halus yang
dikirimkan oleh seseorang melalui bahasa tubuh. Gerakan-gerakan, sikap-sikap
badan, dan mimic muka bisa mengkomunikasikan makna-makna yang penting,
begitupun isyarat-isyarat yang tidak lengkap. Klien diminta untuk
melebih-lebihkan gerakan-gerakan atau mimic muka secara berulang-ulang, yang
biasanya mengintensifkan perasaan yag terpaut pada tingkah laku dan membuat
makna bagian dalam menjadi lebih jelas.
Tingkah laku yang bisa digunakan dalam
permainan melebih-lebihkan itu misalnya tersenyum sambil mengungkapkan
kesakitan atau perasaan negative, gemetar (menggoyangkan tangan dan kaki), dudu
lunglai dan menurunkan pundak, mengepalkan tinju, mengerutkan dahi,
menyeringai, dan menyilangkan tangan. Jika klien melaporkan bahwa kedua kakinya
gemetar, misalnya, konselor bisa meminta kepada klien utnuk berdiri dan
melebih-lebihkan getarannya. Kemudian konselor bisa meminta klien untuk
mengungkapkan arti getaran kakinya itu dengan kata-kata.
Sebagai variasi dari bahasa tubuh,
tingkah laku verbal juga bisa digunakan dalam permainan melebih-lebihkan.
Konselor bisa meminta klien agar mengulangi pernyataan yang telah dicoba
dibelokkannya, dan setiap mengulang pernyataan itu diucapkan lebih keras.
Teknik ini sering membawa hasil bahwa klien mulai sugguh-sungguh mendengar dan
didengar dirinya sendiri.
9. Bisakah
Anda tetap dengan perasaan ini?
Teknik ini dapat digunakan untuk klien yang menunjukkan
perasaan atau suasana hati yang tidak menyenangkan atau ia sangat ingin
menghindarinya. Konselor mendorong klien untuk tetap bertahan dengan perasaan
yang ingin dihindarinya itu.
Kebanyakan klien ingin melarikan diri dari stimulus yang
menakutkan dan menghindari perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan. Dalam hal
ini konselor tetap mendorong klien untuk bertahan dengan ketakutan atau
kesakitan perasaan yang dialaminya sekarang dan mendorong klien untuk menyelam
lebih dalam ke dalam tingklah laku dan perasaan yang ingin dihindarinya itu.
Untuk membuka dan membuat jalan menuju perkembangan
kesadaran perasaan yang lebih baru tidak cukup hanya mengkonfrontasi dan
menghadapi perasaan-perasaan yang ingin dihindarinya tetapi membutuhkan
keberanian dan pengalaman untuk bertahan dalam kesakitan perasaan yang ingin
dihindarinya itu.
G.
Kecocokan
Konseling GESTALT untuk diterapkan di Indonesia
Factor-faktor yang berhubungan dengan penerapan yang
pantas dari teknik-teknik terapi Gestalt adalah :
1. Waktu
2. Jenis klien yang ditangani
3. Setting yang dihadapi.
Sherperd (1970) menghubungakan diri dengan
factor-faktor tersebut dan menggarisbawahi soal-soal yang direfleksikannya :
Pada umumnya, konseling Gestalt paling efektif
menangani individu-individu yang diasosiasikan secara berlebihan, terhambat,
dan mengerut –yang sering dijabarkan sebagai neurotic, fobik, perfeksionistik,
tidak efektif, depresif, dsb- yang fungsi psikologisnya terbatas atau tidak
konsisten, terutama ditandai oleh retriksi-retriksi internalnya, dan yang
kesenangan hidupnya minimal. Sebagian besar upaya konseling Gestalt karenanya
diarahkan kepada orang-orang dengan cirri-ciri tersebut.
Berikut ini adalah cirri-ciri yang spesifik konseling
Gestalt.
Kelebihan konseling Gestalt :
a.
Konseling
Gestalt menangani masa lampau dengan membawa aspek-aspek masa lampau yang
relevan ke saat sekarang.
b.
Konseling
Gestalt memberikan perhatian terhadap pesan-pesan nonverbal dan pesan-pesan
tubuh.
c.
Konseling
Gestalt menolak mengakui ketidakberdayaan sebagai alasan untuk tidak berubah.
d.
Konseling
Gestalt meletakkan penekanan pada klien untuk menemukan makna dan
penafsiran-penafsiran sendiri.
e.
Konseling
Gestalt menggairahkan hubungan dan mengungkapkan perasaan langsung menghindari
intelektualisasi abstrak tentang masalah klien.
f.
Pendekatan
ini menekankan memberi bantuan pada orang untuk memasukkan dan menerima semua
aspek kehidupan. Seorang individu tidak dapat dipahami diluar konteks seluruh
orang yang memilih untuk bertindak pada lingkungannya dimasa sekarang (Parsons,
1975).
g.
Pendekatan
ini membantu klien berfokus pada bidang pemecahan masalah yang belum
terselesaikan. Ketika klien dapat menyelesaikannya, hidup dapat dijalani secara
produktif.
h.
Pendekatan
ini menempatkan penekanan utama pada tindakan bukan hanya bicara. Aktivitas
membantu individual mengalami apa sebenarnya proses perubahan itu dan membuat
kemajuan yang lebih pesat.
i.
Pendekatan
ini fleksibel dan tidak terbatas hanya pada beberapa teknik. Setiap aktivitas
yang membantu klien menjadi lebih integratif dapat diterapkan dalam konseling
Gestalt.
Kelemahan konseling Gestalt :
a.
Konseling
Gestalt tidak berlandaskan pada suatu teori yang kukuh
b.
Konseling
Gestalt cenderung antiintelektual dalam arti kurang memperhitungkan
faktor-faktor kognitif.
c.
Konseling
Gestalt menekankan tanggung jawab atas diri kita sendiri, tetapi mengabaikan
tanggung jawab kita kepada orang lain.
d.
Terdapat
bahaya yang nyata bahwa konselor yang menguasai teknik-teknik Gestalt akan
menggunakannya secara mekanis sehingga konselor sebagai pribadi tetap
tersembunyi.
e.
Para
klien sering bereaksi negative terhadap sejumlah teknik Gestalt karena merasa
dianggap tolol. Sudah sepantasnya konselor berpijak pada kerangaka yang layak
agar tidak tampak hanya sebagai muslihat-muslihat.
f.
Pendekatan
ini kurang mempunyai dasar teoritikal. Beberapa kritik memandang konseling
Gestalt sebagai semua pengalaman dan teknik yaitu, terlalu menarik
perhatian (Corey, 2005). Mereka mempertahankan bahwa pendekatan ini anti
teoritikal.
g.
Pendekatan
ini beradapan ketat dengan pengalaman tentang “bagaimana “ dan sekarang (Perls,
1969). Dua prinsip bermata dua ini tidak membolehkan perubahan dan sudut
pandang yang pasif, yang lebih sering digunakan oleh klien.
h. Pendekatan ini menghindari diagnosa
dan pengujian.
i.
Pendekatan
ini terlalu berfokus pada perkembangan individual dan dikritik atas keegoisannya.
Fokusnya adalah pada perasaan dan penemuan pribadi sepenuhnya.
Secara
garis besar konseling Gestalt dapat diterapkan di Indonesia. Namun harus
tetap memperhatikan beberapa norma-norma
yang telah melekat di Indonesia yaitu diantaranya budaya Indonesia yang tidak
bisa hidup tanpa bantuan orang lain dan tidak bisa lepas dari kebergantungan,
orang Indonesia yang selalu ingin di dengar, dan selalu memikirkan orang lain,
untuk bersifat egois sangat kecil kemungkinannya.
ini referensi dari buku apa bro kalo boleh tau :)
ReplyDeleteboleh di kasih tahu bukunya mas, aku lagi ada riset tentang masalah ini:)
ReplyDelete