Tuesday, May 28, 2013

Teori Eksistensial Humanistik



TEORI KONSELING EKSISTENSIAL HUMANISTIK
Psikologi humanistik merupakan salah satu aliran dalam psikologi yang muncul pada tahun 1950-an, dengan akar pemikiran dari kalangan eksistensialisme yang berkembang pada abad pertengahan. Pada akhir tahun 1950-an, para ahli psikologi, seperti : Abraham Maslow, Carl Rogers dan Clark Moustakas mendirikan sebuah asosiasi profesional yang berupaya mengkaji secara khusus tentang berbagai keunikan manusia, seperti tentang : self (diri), aktualisasi diri, kesehatan, harapan, cinta, kreativitas, hakikat, individualitas dan sejenisnya.
Dalam mengembangkan teorinya, psikologi humanistik sangat memperhatikan tentang dimensi manusia dalam berhubungan dengan lingkungannya secara manusiawi dengan menitik-beratkan pada kebebasan individu untuk mengungkapkan pendapat dan menentukan pilihannya, nilai-nilai, tanggung jawab personal, otonomi, tujuan dan pemaknaan. Dalam hal ini, James Bugental (1964) mengemukakan tentang 5 (lima) dalil utama dari psikologi humanistik, yaitu: (1) keberadaan manusia tidak dapat direduksi ke dalam komponen-komponen; (2) manusia memiliki keunikan tersendiri dalam berhubungan dengan manusia lainnya; (3) manusia memiliki kesadaran akan dirinya dalam mengadakan hubungan dengan orang lain; (4) manusia memiliki pilihan-pilihan dan dapat bertanggung jawab atas pilihan-pilihanya; dan (5) manusia memiliki kesadaran dan sengaja untuk mencari makna, nilai, dan kreativitas.
Terdapat beberapa ahli psikologi yang telah memberikan sumbangan pemikirannya terhadap perkembangan psikologi humanistik.
Dari pemikiran Abraham Maslow (1950) yang memfokuskan pada kebutuhan psikologis tentang potensi-potensi yang dimiliki manusia. Hasil pemikirannya telah membantu guna memahami tentang motivasi dan aktualisasi diri seseorang, yang merupakan salah satu tujuan dalam pendidikan humanistik. Menurut Maslow, yang terpenting dalam melihat manusia adalah potensi yang dimilikinya. Humanistik lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia daripada berfokus pada “ketidaknormalan” atau “sakit”. Pendekatan ini melihat kejadian bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanistik biasanya memfokuskan penganjarannya pada pembangunan kemampuan positif ini.
Carl Rogers berjasa besar dalam mengantarkan psikologi humanistik untuk dapat diaplikasian dalam pendidikan. Dia mengembangkan satu filosofi pendidikan yang menekankan pentingnya pembentukan pemaknaan personal selama berlangsungnya proses pembelajaran dengan melalui upaya menciptakan iklim emosional yang kondusif agar dapat membentuk pemaknaan personal tersebut. Dia memfokuskan pada hubungan emosional antara guru dengan siswa.
Hasil pemikiran dari psikologi humanistik banyak dimanfaatkan untuk kepentingan konseling dan terapi, salah satunya yang sangat populer adalah dari Carl Rogers dengan client-centered therapy, yang memfokuskan pada kapasitas klien untuk dapat mengarahkan diri dan memahami perkembangan dirinya, serta menekankan pentingnya sikap tulus, saling menghargai dan tanpa prasangka dalam membantu individu mengatasi masalah-masalah kehidupannya. Rogers menyakini bahwa klien sebenarnya memiliki jawaban atas permasalahan yang dihadapinya dan tugas konselor hanya membimbing klien menemukan jawaban yang benar. Menurut Rogers, teknik-teknik asesmen dan pendapat para konselor bukanlah hal yang penting dalam melakukan treatment atau pemberian bantuan kepada klien.
Selain memberikan sumbangannya terhadap konseling dan terapi, psikologi humanistik juga memberikan sumbangannya bagi pendidikan alternatif yang dikenal dengan sebutan pendidikan humanistik (humanistic education). Pendidikan humanistik berusaha mengembangkan individu secara keseluruhan melalui pembelajaran nyata. Pengembangan aspek emosional, sosial, mental, dan keterampilan dalam berkarier menjadi fokus dalam model pendidikan humanistik ini.
Tokoh-tokoh dalam konseling eksistensial-humanistik yaitu, Abraham Maslow, Carl H. Rogers, Holo May, Bagental, Yourard dan Arbuckle.
A.    PRINSIP DASAR TEORI KONSELING EKSISTENSIAL HUMANISTIK
Pendekatan eksistensial berkembang sebagai reaksi atas dua model utama yang lain, yaitu psikoanalisis dan behaviorisme. Kedudukan psikoanalisis bahwa kemerdekaan terbatas pada kekuatan-kekuatan dorongan irasional dan peristiwa yang telah lalu. Kedudukan behaviorisme bahwa kemerdekaan terbatas oleh pengkondisian sosial budaya. Meskipun terapi eksistensial menerima premis bahwa pilihan kita terbatas pada keadaan eksternal, terapi menolak pendapat yang mengatakan bahwa kita ditentukan olehnya.
Terapi eksistensial berdasarkan pada asumsi bahwa kita bebas dan oleh karenanya bertanggung jawab atas pilihan yang kita ambil dan perbuatan yang kita lakukan. Pandangan eksistensial didasarkan pada model pertumbuhan dan mengkonsepkan kesehatan bukan keadaan sakit. Seperti yang ditulis Deurzen-Smith (1988), konseling eksistensial tidak dirancang untuk menyembuhkan seperti tradisi model medis. Klien tidak dipandang sebagai orang yang sedang sakit melainkan sebagai orang yang merasa bosan atau kikuk dalam menjalani kehidupan
Eksistensialisme menekankan pada anggapan bahwa manusia memiliki kebebasan dan bertanggung jawab bagi tindakan-tindakannya, maka pandangan-pandangan eksistensialisme menarik bagi para ahli psikologi humanistik dan selanjutnya dijadikan landasan teori psikologi humanistik. Adapun pokok-pokok teori psikologi humanistik yang dikembangkan oleh Maslow adalah sebagai berikut (Koeswara, 19991 :.112-118 dan Alwisol 2005 : 252-270)
1.      Individu adalah penentu bagi tingkah laku dan pengalamannya sendiri. Manusia adalah agen yang sadar, bebas memilih atau menentukan setiap tindakannya. Dengan kata lain manusia adalah makhluk yang bebas dan bertanggung jawab.
2.      Manusia tidak pernah diam, tetapi selalu dalam proses untuk menjadi sesuatu yang lain dari sebelumnya (becoming). Namun demikian perubahan tersebut membutuhkan persyaratan, yaitu adanya lingkungan yang bersifat mendukung.
3.      Manusia pada dasarnya memiliki pembawaan yang baik atau tepatnya netral. Kekuatan jahat atau merusak pada diri manusia merupakan hasil atau pengaruh dari lingkungan yang buruk, dan bukan merupakan bawaan.
4.      Manusia memiliki potensi kreatif yang mengarahkan manusia kepada pengekspresian dirinya menjadi orang yang memiliki kemampuan atau keistimewaan dalam bidang tertentu.
5.      Manusia memiliki bermacam-macam kebutuhan yang secara hirarki dibedakan menjadi sebagai berikut (Boeree, 2004)
a.       kebutuhan-kebutuhan fisiologis (the physiological needs)
b.      kebutuhan akan rasa aman (the safety and security needs)
c.       kebutuhan akan cinta dan memiliki (the love and belonging needs)
d.      kebutuhan akan harga diri (the esteem needs)
e.       kebutuhan akan aktualisasi diri (the self-actualization needs)

B.     KONSEP DASAR TEORI KONSELING EKSISTENSIAL HUMANISTIK
Pendekatan eksistensial berkembang sebagai reaksi atas dua model utama yang lain, yaitu psikoanalisis dan behaviorisme. Kedudukan psikoanalisis bahwa kemerdekaan terbatas pada kekuatan-kekuatan dorongan irasional dan peristiwa yang telah lalu. Kedudukan behaviorisme bahwa kemerdekaan terbatas oleh pengkondisian sosial budaya. Meskipun terapi eksistensial menerima premis bahwa pilihan kita terbatas pada keadaan eksternal, terapi menolak pendapat yang mengatakan bahwa kita ditentukan olehnya.
Terapi eksistensial berdasarkan pada asumsi bahwa kita bebas dan oleh karenanya bertanggung jawab atas pilihan yang kita ambil dan perbuatan yang kita lakukan. Pandangan eksistensial didasarkan pada model pertumbuhan dan mengkonsepkan kesehatan bukan keadaan sakit. Seperti yang ditulis Deurzen-Smith (1988), konseling eksistensial tidak dirancang untuk menyembuhkan seperti tradisi model medis. Klien tidak dipandang sebagai orang yang sedang sakit melainkan sebagai orang yang merasa bosan atau kikuk dalam menjalani kehidupan
Psikologi eksistensial humanistic berfokus pada kondisi manusia. Pendekatan ini terutama adalah suatu sikap yang menekankan pada pemahaman atas manusia alih – alih suatu system teknik – teknik  yang digunakan untuk mempengaruhi klien. Pendekatan terapi eksistensial bukan suatu pendekatan terapi tunggal, melainkan suatu pendekatan yang mencakup terapi – terapi yang berlainan yang kesemuanya berlandaskan konsep – konsep dan asumsi – asumsi tentang manusia. ada beberapa konsep utama dari pendekatan eksistensial yaitu :
  1. Kesadaran diri
Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan memutuskan. Semakin kuat kesadaran diri itu pada seseorang, maka akan semakin besar pula kebebasan yang ada pada orang itu. Kesanggupan untuk memilih alternative – alternatif yakni memutuskan secara bebas di dalam kerangka pembatasnya adalah suatu aspek yang esensial pada manusia.
Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari diri yang menjadikan dirinya mampu melampaui situasi sekarang dan membentuk basis bagi aktivitas-aktivitas berpikir dan memilih yang khas manusia. Kesadaran diri itu membedakan manusia dari makhluk-makhluk lain. Manusia bisa tampil di luar diri dan berefleksi atas keberadaannya. Pada hakikatnya, semakin tinggi kesadaran diri seseorang, maka ia semakin hidup sebagai pribadi atau sebagaimana dinyatakan oleh Kierkegaard, "Semakin tinggi kesadaran, maka semakin utuh diri seseorang." Tanggung jawab berlandaskan kesanggupan untuk sadar. Dengan kesadaran, seseorang bisa menjadi sadar atas tanggung jawabnya untuk memilih. Sebagaimana dinyatakan oleh May (1953), "Manusia adalah makhluk yang bisa menyadari dan, oleh karenanya, bertanggung jawab atas keberadaannya”.
Kesadaran bisa dikonseptualkan dengan cara sebagai berikut: Umpamakan Anda berjalan di lorong yang di kedua sisinya terdapat banyak pintu, Bayangkan bahwa Anda bisa membuka beberapa pintu, baik membuka sedikit ataupun membuka lebar-lebar. Barangkali, jika Anda membuka satu pintu, Anda tidak akan menyukai apa yang Anda temukan di dalamnya menakutkan atau menjijikkan. Di lain pihak, Anda bisa menemukan sebuah ruangan yang dipenuhi oleh keindahan. Anda mungkin berdebat dengan diri sendiri, apakah akan membiarkan pintu itu tertutup atau terbuka. Apabila seorang konselor dihadapkan pada konseli yang kesadaran dirinya kurang maka konselor harus menunjukkan kepada konseli bahwa harus ada pengorbanan untuk meningkatkan kesadaran diri. Dengan menjadi lebih sadar, konseli akan lebih sulit untuk “ kembali ke rumah lagi“, menjadi orang yang seperti dulu lagi.
Dalam pengertian yang sesungguhnya, peningkatan kesadaran diri yang mencakup kesadaran atas alternatif-alternatif, motivasi-motivasi, faktor-faktor yang membentuk pribadi dan atas tujuan-tujuan pribadi adalah tujuan segenap konseling
  1. Kebebasan dan tanggung jawab.
Manusia adalah makhluk yang menentukan diri, dalam arti bahwa dia memiliki kebebasan untuk memilih di antara altematif-altematif. Karena manusia pada dasarnya bebas, maka dia harus bertanggung jawab atas pengarahan hidup dan penentuan nasibnya sendiri. Pendekatan eksistensial meletakkan kebebasan, determinasi diri, keinginan, dan putusan pada pusat keberadaan manusia. Jika kesadaran dan kebebasan dihapus dari manusia, maka dia tidak lagi hadir sebagai manusia, sebab kesanggupan-kesanggupan itulah yang memberinya kemanusiaan. Pandangan eksistensial adalah bahwa individu, dengan putusan-putusannya, membentuk nasib dan mengukir keberadaannya sendiri. Seseorang menjadi apa yang diputuskannya, dan dia harus bertanggung jawab atas jalan hidup yang ditempuhnya. Tillich mengingatkan, "Manusia benar-benar menjadi manusia hanya saat mengambil putusan. Sartre mengatakan, "Kita adalah pilihan kita." Nietzsche menjabarkan kebebasan sebagai "kesanggupan untuk menjadi apa yang memang kita alami". Ungkapan Kierkegaard, "memilih diri sendiri", menyiratkan bahwa seseorang bertanggung jawab atas kehidupan dan keberadaannya. Sedangkan Jaspers menyebutkan bahwa "kita adalah makhluk yang memutuskan".
Tugas konselor adalah mendorong konseli untuk belajar menanggung risiko terhadap akibat penggunaan kebebasannya. Yang jangan dilakukan adalah melumpuhkan konseli dan membuatnya bergantung secara neurotik pada konselor. Konselor perlu mengajari konseli bahwa dia bisa mulai membuat pilihan meskipun konseli boleh jadi telah menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk melarikan diri dari kebebasan memilih
  1. Kecemasan
Kecemasan adalah suatu karakteristik dasar manusia. Kecemasan tidak perlu merupakan sesuatu yang patologis, sebab ia bisa menjadi suatu tenaga motivasi yang kuat untuk pertumbuhan. Kecemasan adalah akibat dari kesadaran atas tanggung jawab untuk memilih. Kebanyakan orang mencari bantuan profesional karena mereka mengalami kecemasan atau depresi. Banyak konseli yang memasuki kantor konselor disertai harapan bahwa konselor akan mencabut penderitaan mereka atau setidaknya akan memberikan formula tertentu untuk mengurangi kecemasan mereka. Konselor yang berorientasi eksistensial, bagaimanapun, bekerja tidak semata-mata untuk menghilangkan gejala-gejala atau mengurangi kecemasan. Sebenarnya, konselor eksistensial tidak memandang kecemasan sebagai hal yang tak diharapkan. Ia akan bekerja dengan cara tertentu sehingga untuk sementara konseli bisa mengalami peningkatan taraf kecemasan. Pertanyaan-pertanyaan yang bisa diajukan adalah: Bagaimana konseli mengatasi kecemasan? Apakah kecemasan merupakan fungsi dari pertumbuhan ataukah fungsi kebergantungan pada tingkah laku neurotik? Apakah konseli menunjukkan keberanian untuk membiarkan dirinya menghadapi kecemasan atas hal-hal yang tidak dikenalnya? Kecemasan adalah bahan bagi konseling yang produktif, baik konseling individual maupun konseling kelompok. Jika konseli tidak mengalami kecemasan, maka motivasinya untuk berubah akan rendah.Kecemasan dapat ditransformasikan ke dalam energi yang dibutuhkan untuk bertahan menghadapi risiko bereksperimen dengan tingkah laku baru. Implikasi-implikasi konseling bagi kecemasan. Kebanyakan orang mencari bantuan profesional karena mereka mengalami kecemasan atau depresi banyak klien yang memasuki kantor konselor disertai harapan bahwa konselor akan mencabut penderitaan mereka atau setidaknya akan memberikan formula tertentu untuk mengurangi kecemasan mereka. Konselor yang berorientasi eksistensial tidak semata-mata untuk menghilangi gejala-gejala atau kecemasan. Konselor eksistensial tidak memandang kecemasan sebagai hal yang tidak diharapkan. Kecemasan adalah bahan bagi konseling yang produktif baik konseling individual maupun konseling kelompok. Kecemasan dapat ditransformasikan kedalam energi yang dibutuhkan untuk bertahan menghadapi resiko bereksperimen dengan tingkah laku baru.
  1. Penciptaan Makna
Manusia itu unik, dalam artian bahwa dia berusaha untuk menemukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan. Pada hakikatnya manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya dalam suatu cara yang bermakna, sebab manusia adalah makhluk rasional. Kegagalan dalam menciptakan hubungan yang bermakna dapat menimbulkan kondisi-kondisi keterasingan dan kesepian. Manusia juga berusaha untuk mengaktualkan diri yakni mengungkapkan potensi – potensi manusiawinya sampai taraf tertentu.
Tema-tema dan dalil-dalil utama eksistensial : penerapan-penerapan pada praktek terapi
Dalil 1 : Kesadaran diri                                     
Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari diri yang menjadikan dirinya mampu melampaui situasi sekarang dan membentuk basis bagi aktivitas-aktivitas berpikir dan memilih yang khas manusia. Kesadaran diri membedakan manusia dengan makhluk-makluk lain. Pada hakikatnya, semakin tinggi kesadaran diri seseorang, maka ia semakin hidup sebagai pribadi. Meningkatkan kesadaran berarti meningkatkan kesanggupan seseorang untuk mengalami hidup secara penuh sebagai manusia. Peningkatan kesadaran diri yang mencakup kesadaran atas alternatif-alternatif, motivasi-motivasi, factor-faktor yang membentuk pribadi, dan atas tujuan – tujuan pribadi, adalah tujuan segenap konseling.

Dalil 2 : Kebebasan dan tanggung jawab
Kebebasan adalah kesanggupan untuk meletakkan perkembangan di tangan sendiri dan untuk memilih di antara alternatif – alternatif. Pendekatan eksistensial meletakkan kebebasan, determinasi diri, keinginan dan putusan pada pusat keberadaan manusia. Tugas terapis adalah membantu kliennya dalam menemukan cara-cara klien sama sekali menghindari penerimaan kebebasannya, dan mendorong klien itu untuk belajar menanggung resiko atas keyakinannya terhadap akibat penggunaan kebebasannya.
Dalil 3 : Keterpusatan dari kebutuhan akan orang lain
Kita masing-masing memiliki kebutuhan yang kuat untuk menemukan suatu diri, yakni menemukan identitas pribadi kita. Kita membutuhkan hubungan dengan keberadaan-keberadaan yang lain. Kita harus memberikan diri kita kepada orang lain dan terlibat dengan mereka.
Keberanian untuk ada. Usaha menemukan inti dan belajar bagaimana hidup dari dalam memerlukan keberanian. Kita berjuang untuk menemukan, untuk menciptakan, dan untuk memelihara inti dari ada kita.
Pengalaman kesendirian. Bahwa kita memikul tanggung jawab atas pilihan-pilihan kita berikut hasil-hasilnya, bahwa komunikasi total dari individu yang satu dengan individu yang lainnya tidak pernah bisa dicapai, bahwa kita adalah individu-individu yang terpisah dari orang lain, dan bahwa kita adalah unik.
Pengalaman keberhubungan. Bahwa kita bergantung pada hubungan dengan orang lain untuk kemanusiaan kita, dan kita memiliki kebutuhan untuk menjadi orang yang berarti dalam dunia orang lain, yang mana kehadiran orang lain penting dalam dunia kita, dan kita memperbolehkan orang lain memiliki arti dalam dunia kita, maka kita mengalami keberhubungan yang bermakna.
Dalil 4 : Pencarian makna
Terapi eksistensial bisa menyediakan kerangka konseptual untuk membantu klien dalam usahanya mencari makna hidup. Manusia pada dasarnya selalu dalam pencarian makna dan identitas diri.
Masalah penyisihan nilai-nilai lama. Nilai – nilai tradisional (dan nilai – nilai yang dialihkan kepada seseorang) tanpa disertai penemuan nilai – nilai lain yang sesuai untuk menggantikannya.
Belajar untuk menemukan maknadalam hidup. Hidup tidak memiliki makna dengan sendirinya, manusialah yang harus menciptakan dan menemukan makna hidup itu. Tugas proses terapeutik adalah menghadapi masalah ketidakbermaknaan dan membantu klien dalam membuat makna dari dunia yang kacau.
Pandangan eksistensial tentang psikopatologi. Adanya konsep psikopatologi yang menyatakan  tentang dosa eksistensial yang timbul dari perasaan tidak lengkap atau dari kesadaran seseorang bahwa tindakan-tindakan dan pilihan-pilihannya tidak bisa menyatakan potensi-potensinya secara penuh sebagai  pribadi.
Dalil 5 : Kecemasan sebagai syarat hidup
Kecemasan adalah suatu karakteristik dasar manusia yang mana merupakan sesuatu yang patologis, sebab ia bisa menjadi suatu tenaga motivasional yang kuat untuk pertumbuhan.
Kecemasan sebagai sumber pertumbuhan. Kita mengalami kecemasan dengan meningkatnyakesadaran kita atas kebebasan dan atas konsekuensi-konsekuensi dari penerimaan ataupun penolakan kebebasan kita itu.
Pelarian dari kecemasan. Suatu fungsi dari penerimaan kita atas kesendirian dan, meskipun kita bisa menemukan hubungan yang bermakna dengan orang lain, kita pada dasarnya tetap sendirian.
Implikasi-implikasi konseling bagi kecemasan. Membantu klien untuk menyadari bahwa belajar menoleransi keberdwiartian dan ketidaktentuan serta belajar bagaimana hidup tanpa sandaran dapat merupakan fase yang penting dalam perjalanan dari hidup yang bergantung kepada menjadi pribadiyang lebih otonom.
Dalil 6 : Kesadaran atas kematian dan non ada
Para eksistensialis tidak memandang kematian secara negative, dan mengungkapkan bahwa hidup memiliki makna karena memiliki keterbatasan waktu. Karena kita bersifat lahiriah, bagaimanapun, kematian menjadi pendesak bagi kita agar menganggap hidup dengan serius. Ketakuatan terhadap kamatian membayangi mereka yang takut mengulurkan tangan dan benar – benar merangkul kehidupan.

Dalil 7 : Perjuangan untuk aktualisasi diri
Setiap orang memiliki dorongan bawaan untuk menjadi seorang pribadi, yakni mereka memiliki kecenderungan kearah pengembangan keunikan dan ketunggalan, penemuan identitas pribadi, dan perjuangan demi aktualisasi potensi – potensinya secara penuh. Jika seseorang mampu untuk mengaktualisasikan potensi-potensinya sebagai pribadi, maka ia akan mengalami kepuasan yang paling dalam yang bisa dicapai oleh manusia, sebab demikianlah alam mengharapkan mereka berbuat
C.    TUJUAN-TUJUAN TERAPEUTIK
ada beberapa tujuan terapeutik yaitu :
1.      Agar klien mengalami keberadaannya secara otentik dengan menjadi sadar atas keberadaan dan potensi – potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan bertindak berdasarkan kemampuannya. Keotentikan sebagai “urusan utama psikoterapi” dan “nilai eksistensial pokok”. Terdapat tiga karakteristik dari keberadaan otentik :
a.       Menyadari sepenuhnya keadaan sekarang,
b.      Memilih bagaimana hidup pada saat sekarang, dan
c.       Memikul tanggung jawab untuk memilih.
2.      Meluaskan kesadaran diri klien, dan karenanya meningkatkan kesanggupan pilihannya, yakni menjadi bebas dan bertanggung jawab atas arah hidupnya.
3.      Membantu klien agar mampu menghadapi kecemasan sehubungan dengan tindakan memilih diri, dan menerima kenyataan bahwa dirinya lebih dari sekadar korban kekuatan – kekuatan deterministic di luar dirinya.
D.      HUBUNGAN ANTARA KONSELOR DAN KLIEN
Hubungan terapeutik sangat penting bagi terapis eksistensial. Penekanan diletakkan pada pertemuan antar manusia dan perjalanan bersama alih – alih pada teknik-teknik yang mempengaruhi klien. Isi pertemuan terapi adalah pengalaman klien sekarang, bukan “masalah” klien. Hubungan dengan orang lain dalam kehadiran yang otentik difokuskan kepada “di sini dan sekarang”. Masa lampau atau masa depan hanya penting bila waktunya berhubungan langsung (Gerald Corey.1988:61).
Konselor percaya bahwa sikap dasar mereka terhadap klien, karakteristik pribadi tentang kejujuran, integritas dan keberanian merupakan hal-hal yang harus ditawarkan. Konseling merupakan perjalanan yang ditempuh konselor dan klien, suatu perjalanan pencarian menyelidiki kedalam dunia seperti yang dilihat dan dirasakan klien.
Konselor berbagi reaksi dengan kliennya disertai kepedulian dan empati yang tidak dibuat-buat sebagai satu cara untuk memantapkan hubungan terapeutik. May dan Yalom (1989) menekankan peranan krusial yang dimainkan oleh kapasitas konselor untuk disana demi klien selama jam terapi yang mencakup hadir secara penuh dan terlibat secara intens dengan kliennya. Sebelum konselor membimbing klien untuk berhubugan dengan orang lain, maka pertama-tama harus secara akrab berhubungan dengan si klien itu (Yalom, 1980).
Inti dari hubungan terapeutik adalah rasa saling menghormati, yang mencakup kepercayaan akan potensi klien untuk secara otentik menangani kesulitan mereka dan akan kemampuan mereka menemukan jalan alternatif akan keberadaan mereka. Sidney Jourad (1971) mendesak konselor untuk mengajak klien mereka benar-benar menunjukkan keotentikan dirinya melalui perilaku yang otentik dan pengungkapan diri. Oleh karena itu konselor mengajak klien untuk tumbuh dengan mencontoh perilaku otentik. Mereka bisa menjadi transparan apabila dianggap cocok untuk diterapkan dalam hubungan itu, dan sifat kemanusiaannya bisa menjadi stimulus untuk diambil potensi riilnya oleh klien.
Pola hubungan :
1.      Hubungan klien adalah hubungan kemanusiaan. Konselor berstatus sebagai partner klien, setara dengan klien sehingga hubungannnya berada dalam situasi bebas tanpa tekanan.
2.      Klien sebagai subjek bukan obyek yang dianalisis dan didiagnosis.
3.      Konselor harus terbuka baik kepribadiannya dan tidak pura – pura.
E.     PROSES KONSELING TEORI KONSELING EKSISTENSIAL -HUMANISTIK
Ada tiga tahap dalam proses konseling eksistensial-humanistik. Selama tahap pendahuluan, konselor membantu klien dalam hal mengidentifikasi dan mengklarifikassi asumsi mereka terhadap dunia. Klien diajak untuk mendefinisikan dan menanyakan tentang cara mereka memandang dan menjadikan eksistensi mereka bisa diterima. Mereka meneliti nilai mereka, keyakinan, serta asumsi untuk menentukan kesahihannya. Bagi banyak klien hal ini bukan pekerjaan yang mudah oleh karena mereka mungkin pada awalnya memaparkan problema mereka sebagai hamper seluruhnya sebagai akibat dari penyebab eksternal. Mereka mungkin berfokus pada apa yang orang lain “jadikan mereka merasakan sesuatu” atau betapa orang lain bertanggung jawab sepenuhnya akan apa yang mereka lakukan atau tidak lakukan. Konselor mengajar mereka bagaimana caranya untuk becermin pada eksistensi mereka sendiri dan meneliti peranan mereka dalam hal penciptaan problem mereka dalam hidup.
Pada tahap tengah dari konseling eksistensial, klien didorong semangatnya untuk lebih dalam lagi meneliti sumber dan otoritas dari system nilai mereka. Proses eksplorasi diri ini biasanya membawa klien ke pemahaman baru dan beberapa restrukturisasi dari nilai dan sikap mereka. Klien mendapatkan cita rasa yang lebih baik akan jenis kehidupan macam apa yang mereka anggap pantas. Mereka mengembangkan gagasan yang jelas tentang proses pemberian nilai internal mereka.
Tahap terakhir dari konseling eksistensial berfokus pada menolong klien untuk bisa melaksanakan apa yang telah mereka pelajari tentang diri mereka sendiri. Sasaran terapi adalah memungkinkan klien untuk bisa mencari cara pengaplikasian nilai hasil penelitian dan internalisasi dengan jalan yang kongkrit. Biasanya klien menemukan kekuatan mereka dan menemukan jalan untuk menggunakan kekuatan itu demi menjalani eksistensi kehidupannya yang memiliki tujuan.
1.      Penerapan / Aplikasi
Dalam buku Gerald  Corey (1988:63), Pendekatan eksistensial humanistic tidak memiliki tekik – teknik yang ditentukan secara ketat. Prosedur – prosedur terapeutik bisa diambil dari beberapa pendekatan terapi lainnya. Metode-metode yang berasal dari terapi Gestah dan Analisis Transaksional sering digunakan, dan sejumlah prinsip dan prosedur psikoanalisis bisa diintegrasikan ke dalam pendekatan eksistensial humanistic.
Pengalaman Klien Dalam Terapi eksistensial, klien mampu mengalami secara subjektif persepsi – persepsi tentang dunianya. Dia harus aktif dalam proses terapeutik, sebab dia harus memutuskan ketakutan-ketakutan, perasaan-perasaan berdosa, dan kecemasan – kecemasan apa yang akan dieksplorasikan. Melalui proses terapi, klien bisa mengeksplorasi alternatif-alternatif guna membuat pandangan -pandangannya menjadi riel.
Penerapan : Eksistensial Humanistik tepat sekali diterapkan pada anak remaja yang dikembangkan dalam lembaga pendidikan dan diperlukan untuk membentuk manusia yang mampu bertanggung jawab dalam mengambil keputusan.



F.     TEKNIK MODEL TEORI KONSELING EKSISTENSIAL - HUMANISTIK
Teknik yang digunakan mengikuti alih – alih mendahului pemahaman. Karena menekankan pada pengalaman klien sekarang, para terapis eksistensial menunjukkan keleluasaan dalam menggunakan metode – metode, dan prosedur yang digunakan oleh mereka bisa bervariasi tidak hanya dari klien yang satu kepada klien yang lainnya, tetapi juga dari satu ke lain fase terapi yang dijalani oleh klien yang sama Meskipun terapi eksistensial bukan merupakan metode tunggal, di kalangan terapis eksistensial dan humanistik ada kesepakatan menyangkut tugas – tugas dan tanggung jawab terapis. Psikoterapi difokuskan pada pendekatan terhadap hubungan manusia alih – alih system teknik. Para ahli psikologi humanistik memiliki orientasi bersama yang mencakup hal – hal berikut (Gerald Corey.1988:58) :
1.      Mengakui pentingnya pendekatan dari pribadi ke pribadi.
2.      Menyadari peran dari tanggung jawab terapis.
3.      Mengakui sifat timbal balik dari hubungan terapeutik.
4.      Berorientasi pada pertumbuhan.
5.      Menekankan keharusan terapis terlibat dengan klien sebagai suatu pribadi yang menyeluruh.
6.      Mengakui bahwa putusan – putusan dan pilihan – pilihan akhir terletak di tangan klien.
7.      Memandang terapis sebagai model, dalam arti bahwa terapis dengan gaya hidup dan pandangan humanistiknya tentang manusia bisa secara implicit menunjukkan kepada klien potensi bagi tindakan kreatif dan positif.
8.      Mengakui kebebasan klien untuk mengungkapkan pandangan dan untuk mengembangkan tujuan-tujuan dan nilainya sendiri.
9.      Bekerja ke arah mengurangi kebergantungan klien serta meningkatkan kebebasan klien.
Menurut Akhmad Sudrajat teknik yang dianggap tepat untuk diterapkan dalam pendekatan ini yaitu teknik client centered counseling, sebagaimana dikembangkan oleh Carl R. Rogers. meliputi: (1) acceptance (penerimaan); (2) respect (rasa hormat); (3) understanding (pemahaman); (4) reassurance (menentramkan hati); (5) encouragementlimited questioning (pertanyaan terbatas; dan (6) reflection (memantulkan pernyataan dan perasaan). (memberi dorongan); (5)
Melalui penggunaan teknik-teknik tersebut diharapkan konseli dapat (1) memahami dan menerima diri dan lingkungannya dengan baik; (2) mengambil keputusan yang tepat; (3) mengarahkan diri; (4) mewujudkan dirinya.
G.    KECOCOKANNYA UNTUK DI TERAPKAN DI INDONESIA
Dari pembahasan diatas, fokus terapi eksistensial lebih pada pemahaman seorang individu dari pada penguasaan teknik. Dengan berorientasi pada eksistensialisme konselor, ada kebebasan untuk menarik dari system lain demi teknik spesifik yang bisa secara fleksibel digunakan dalam kerja terapeutik dengan populasi klien yang beraneka ragam latar belakang budayanya. Konselor eksitensial memiliki teori untuk membimbing intervensi (campur tangan) mereka. Meskipun mereka asumsikan bahwa menggunakan beraneka ragam teknik dan prosedur yang tidak terintegrasi yang berlandaskan asumsi yang berbeda-beda tentang perkembangan manusia bisa lebih banyak membawa mudharat dari pada manfaat, mereka benar-benar menggunakan beraneka dasar ketrampilan konseling.

Kecocokannya untuk diterapkan di Indonesia terletak pada pendapat kalangan eksistensial tentang kebebasan dan control dapat bermanfaat untuk menolong klien menangani nilai-nilai budaya mereka. Indonesia adalah Negara multicultural. Ada kalanya klien mungkin merasa bahwa hidup mereka tidak terkontrol, dan mereka mungkin ada perasaan bahwa merekalah yang digiring

No comments:

Post a Comment