TEORI KONSELING EKSISTENSIAL HUMANISTIK
Psikologi humanistik merupakan
salah satu aliran dalam psikologi yang muncul pada tahun 1950-an, dengan akar pemikiran
dari kalangan eksistensialisme yang berkembang pada abad pertengahan. Pada
akhir tahun 1950-an, para ahli psikologi, seperti : Abraham Maslow, Carl Rogers
dan Clark Moustakas mendirikan sebuah asosiasi profesional yang berupaya
mengkaji secara khusus tentang berbagai keunikan manusia, seperti tentang :
self (diri), aktualisasi diri, kesehatan, harapan, cinta, kreativitas, hakikat,
individualitas dan sejenisnya.
Dalam mengembangkan teorinya,
psikologi humanistik sangat memperhatikan tentang dimensi manusia dalam
berhubungan dengan lingkungannya secara manusiawi dengan menitik-beratkan pada
kebebasan individu untuk mengungkapkan pendapat dan menentukan pilihannya,
nilai-nilai, tanggung jawab personal, otonomi, tujuan dan pemaknaan. Dalam hal
ini, James Bugental (1964) mengemukakan tentang 5 (lima) dalil utama dari
psikologi humanistik, yaitu: (1) keberadaan manusia tidak dapat direduksi ke
dalam komponen-komponen; (2) manusia memiliki keunikan tersendiri dalam
berhubungan dengan manusia lainnya; (3) manusia memiliki kesadaran akan dirinya
dalam mengadakan hubungan dengan orang lain; (4) manusia memiliki
pilihan-pilihan dan dapat bertanggung jawab atas pilihan-pilihanya; dan (5)
manusia memiliki kesadaran dan sengaja untuk mencari makna, nilai, dan kreativitas.
Terdapat beberapa ahli psikologi
yang telah memberikan sumbangan pemikirannya terhadap perkembangan psikologi
humanistik.
Dari pemikiran Abraham Maslow
(1950) yang memfokuskan pada kebutuhan psikologis tentang potensi-potensi yang
dimiliki manusia. Hasil pemikirannya telah membantu guna memahami tentang
motivasi dan aktualisasi diri seseorang, yang merupakan salah satu tujuan dalam
pendidikan humanistik. Menurut Maslow, yang terpenting dalam melihat manusia
adalah potensi yang dimilikinya. Humanistik lebih melihat pada sisi
perkembangan kepribadian manusia daripada berfokus pada “ketidaknormalan” atau
“sakit”. Pendekatan ini melihat kejadian bagaimana manusia membangun dirinya
untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak positif ini yang
disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanistik
biasanya memfokuskan penganjarannya pada pembangunan kemampuan positif ini.
Carl Rogers berjasa besar dalam
mengantarkan psikologi humanistik untuk dapat diaplikasian dalam pendidikan.
Dia mengembangkan satu filosofi pendidikan yang menekankan pentingnya
pembentukan pemaknaan personal selama berlangsungnya proses pembelajaran dengan
melalui upaya menciptakan iklim emosional yang kondusif agar dapat membentuk
pemaknaan personal tersebut. Dia memfokuskan pada hubungan emosional antara
guru dengan siswa.
Hasil pemikiran dari psikologi
humanistik banyak dimanfaatkan untuk kepentingan konseling dan terapi, salah
satunya yang sangat populer adalah dari Carl Rogers dengan client-centered
therapy, yang memfokuskan pada kapasitas klien untuk dapat mengarahkan diri dan
memahami perkembangan dirinya, serta menekankan pentingnya sikap tulus, saling
menghargai dan tanpa prasangka dalam membantu individu mengatasi
masalah-masalah kehidupannya. Rogers menyakini bahwa klien sebenarnya memiliki
jawaban atas permasalahan yang dihadapinya dan tugas konselor hanya membimbing
klien menemukan jawaban yang benar. Menurut Rogers, teknik-teknik asesmen dan
pendapat para konselor bukanlah hal yang penting dalam melakukan treatment atau
pemberian bantuan kepada klien.
Selain memberikan sumbangannya
terhadap konseling dan terapi, psikologi humanistik juga memberikan
sumbangannya bagi pendidikan alternatif yang dikenal dengan sebutan pendidikan
humanistik (humanistic education). Pendidikan humanistik berusaha mengembangkan
individu secara keseluruhan melalui pembelajaran nyata. Pengembangan aspek
emosional, sosial, mental, dan keterampilan dalam berkarier menjadi fokus dalam
model pendidikan humanistik ini.
Tokoh-tokoh dalam konseling
eksistensial-humanistik yaitu, Abraham Maslow, Carl H. Rogers, Holo May,
Bagental, Yourard dan Arbuckle.
A.
PRINSIP DASAR TEORI KONSELING EKSISTENSIAL
HUMANISTIK
Pendekatan
eksistensial berkembang sebagai reaksi atas dua model utama yang lain, yaitu
psikoanalisis dan behaviorisme. Kedudukan psikoanalisis bahwa kemerdekaan
terbatas pada kekuatan-kekuatan dorongan irasional dan peristiwa yang telah
lalu. Kedudukan behaviorisme bahwa kemerdekaan terbatas oleh pengkondisian
sosial budaya. Meskipun terapi eksistensial menerima premis bahwa pilihan kita
terbatas pada keadaan eksternal, terapi menolak pendapat yang mengatakan bahwa
kita ditentukan olehnya.
Terapi
eksistensial berdasarkan pada asumsi bahwa kita bebas dan oleh karenanya bertanggung
jawab atas pilihan yang kita ambil dan perbuatan yang kita lakukan. Pandangan
eksistensial didasarkan pada model pertumbuhan dan mengkonsepkan kesehatan
bukan keadaan sakit. Seperti yang ditulis Deurzen-Smith (1988), konseling
eksistensial tidak dirancang untuk menyembuhkan seperti tradisi model medis.
Klien tidak dipandang sebagai orang yang sedang sakit melainkan sebagai orang
yang merasa bosan atau kikuk dalam menjalani kehidupan
Eksistensialisme menekankan pada anggapan bahwa manusia
memiliki kebebasan dan bertanggung jawab bagi tindakan-tindakannya, maka
pandangan-pandangan eksistensialisme menarik bagi para ahli
psikologi humanistik dan selanjutnya dijadikan landasan teori psikologi
humanistik. Adapun pokok-pokok teori psikologi humanistik yang dikembangkan
oleh Maslow adalah sebagai berikut (Koeswara, 19991 :.112-118 dan Alwisol 2005
: 252-270)
1. Individu adalah
penentu bagi tingkah laku dan pengalamannya sendiri. Manusia adalah agen yang
sadar, bebas memilih
atau menentukan setiap tindakannya. Dengan kata lain manusia adalah makhluk
yang bebas dan bertanggung jawab.
2. Manusia tidak
pernah diam, tetapi selalu dalam proses untuk menjadi sesuatu yang lain dari
sebelumnya (becoming). Namun demikian perubahan tersebut membutuhkan
persyaratan, yaitu adanya lingkungan yang bersifat mendukung.
3. Manusia pada
dasarnya memiliki pembawaan yang baik atau tepatnya netral. Kekuatan jahat atau
merusak pada diri manusia merupakan hasil atau pengaruh dari lingkungan yang
buruk, dan bukan merupakan bawaan.
4. Manusia memiliki
potensi kreatif yang mengarahkan manusia kepada pengekspresian dirinya menjadi
orang yang memiliki kemampuan atau keistimewaan dalam bidang tertentu.
5. Manusia
memiliki bermacam-macam kebutuhan yang secara hirarki dibedakan menjadi sebagai
berikut (Boeree, 2004)
a. kebutuhan-kebutuhan
fisiologis (the physiological needs)
b. kebutuhan akan
rasa aman (the safety and security needs)
c. kebutuhan akan
cinta dan memiliki (the love and belonging needs)
d. kebutuhan akan
harga diri (the esteem needs)
e. kebutuhan akan aktualisasi
diri (the self-actualization needs)
B.
KONSEP
DASAR TEORI KONSELING EKSISTENSIAL HUMANISTIK
Pendekatan
eksistensial berkembang sebagai reaksi atas dua model utama yang lain, yaitu
psikoanalisis dan behaviorisme. Kedudukan psikoanalisis bahwa kemerdekaan
terbatas pada kekuatan-kekuatan dorongan irasional dan peristiwa yang telah
lalu. Kedudukan behaviorisme bahwa kemerdekaan terbatas oleh pengkondisian
sosial budaya. Meskipun terapi eksistensial menerima premis bahwa pilihan kita
terbatas pada keadaan eksternal, terapi menolak pendapat yang mengatakan bahwa
kita ditentukan olehnya.
Terapi
eksistensial berdasarkan pada asumsi bahwa kita bebas dan oleh karenanya
bertanggung jawab atas pilihan yang kita ambil dan perbuatan yang kita lakukan.
Pandangan eksistensial didasarkan pada model pertumbuhan dan mengkonsepkan
kesehatan bukan keadaan sakit. Seperti yang ditulis Deurzen-Smith (1988),
konseling eksistensial tidak dirancang untuk menyembuhkan seperti tradisi model
medis. Klien tidak dipandang sebagai orang yang sedang sakit melainkan sebagai
orang yang merasa bosan atau kikuk dalam menjalani kehidupan
Psikologi eksistensial humanistic
berfokus pada kondisi manusia. Pendekatan ini terutama adalah suatu sikap yang
menekankan pada pemahaman atas manusia alih – alih suatu system teknik –
teknik yang digunakan untuk mempengaruhi klien. Pendekatan terapi
eksistensial bukan suatu pendekatan terapi tunggal, melainkan suatu pendekatan
yang mencakup terapi – terapi yang berlainan yang kesemuanya berlandaskan
konsep – konsep dan asumsi – asumsi tentang manusia. ada beberapa konsep utama
dari pendekatan eksistensial yaitu :
- Kesadaran diri
Manusia
memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang
unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan memutuskan. Semakin
kuat kesadaran diri itu pada seseorang, maka akan semakin besar pula kebebasan
yang ada pada orang itu. Kesanggupan untuk memilih alternative – alternatif
yakni memutuskan secara bebas di dalam kerangka pembatasnya adalah suatu aspek
yang esensial pada manusia.
Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari diri yang menjadikan
dirinya mampu melampaui situasi sekarang dan membentuk basis bagi
aktivitas-aktivitas berpikir dan memilih yang khas manusia. Kesadaran diri itu
membedakan manusia dari makhluk-makhluk lain. Manusia bisa tampil di luar diri
dan berefleksi atas keberadaannya. Pada hakikatnya, semakin tinggi kesadaran
diri seseorang, maka ia semakin hidup sebagai pribadi atau sebagaimana
dinyatakan oleh Kierkegaard, "Semakin tinggi kesadaran, maka semakin utuh
diri seseorang." Tanggung jawab berlandaskan kesanggupan untuk sadar.
Dengan kesadaran, seseorang bisa menjadi sadar atas tanggung jawabnya untuk
memilih. Sebagaimana dinyatakan oleh May (1953), "Manusia adalah makhluk
yang bisa menyadari dan, oleh karenanya, bertanggung jawab atas keberadaannya”.
Kesadaran bisa dikonseptualkan dengan cara sebagai
berikut: Umpamakan Anda berjalan di lorong yang di kedua sisinya terdapat
banyak pintu, Bayangkan bahwa Anda bisa membuka beberapa pintu, baik membuka
sedikit ataupun membuka lebar-lebar. Barangkali, jika Anda membuka satu pintu,
Anda tidak akan menyukai apa yang Anda temukan di dalamnya
menakutkan atau menjijikkan. Di lain pihak, Anda bisa menemukan sebuah ruangan
yang dipenuhi oleh keindahan. Anda mungkin berdebat dengan diri sendiri, apakah
akan membiarkan pintu itu tertutup atau terbuka. Apabila seorang
konselor dihadapkan pada konseli yang kesadaran dirinya kurang maka konselor
harus menunjukkan kepada konseli bahwa harus ada pengorbanan untuk meningkatkan
kesadaran diri. Dengan menjadi lebih sadar, konseli akan lebih sulit untuk “
kembali ke rumah lagi“, menjadi orang yang seperti dulu lagi.
Dalam pengertian yang sesungguhnya, peningkatan kesadaran
diri yang mencakup kesadaran atas alternatif-alternatif, motivasi-motivasi,
faktor-faktor yang membentuk pribadi dan atas tujuan-tujuan pribadi adalah
tujuan segenap konseling
- Kebebasan dan tanggung jawab.
Manusia adalah makhluk yang menentukan diri, dalam arti
bahwa dia memiliki
kebebasan untuk memilih di antara altematif-altematif. Karena manusia pada dasarnya bebas, maka
dia harus bertanggung jawab atas pengarahan hidup dan penentuan nasibnya sendiri.
Pendekatan eksistensial meletakkan kebebasan, determinasi diri, keinginan, dan
putusan pada pusat keberadaan manusia. Jika kesadaran dan kebebasan dihapus
dari manusia, maka dia tidak lagi hadir sebagai manusia, sebab
kesanggupan-kesanggupan itulah yang memberinya kemanusiaan. Pandangan
eksistensial adalah bahwa individu, dengan putusan-putusannya, membentuk nasib
dan mengukir keberadaannya sendiri. Seseorang menjadi apa yang diputuskannya,
dan dia harus bertanggung jawab atas jalan hidup yang ditempuhnya. Tillich
mengingatkan, "Manusia benar-benar menjadi manusia hanya saat mengambil
putusan. Sartre mengatakan, "Kita adalah pilihan kita." Nietzsche
menjabarkan kebebasan sebagai "kesanggupan untuk menjadi apa yang memang
kita alami". Ungkapan Kierkegaard, "memilih diri sendiri",
menyiratkan bahwa seseorang bertanggung jawab atas kehidupan dan keberadaannya.
Sedangkan Jaspers menyebutkan bahwa "kita adalah makhluk yang
memutuskan".
Tugas konselor adalah mendorong konseli untuk belajar
menanggung risiko terhadap akibat penggunaan kebebasannya. Yang jangan
dilakukan adalah melumpuhkan konseli dan membuatnya bergantung secara neurotik
pada konselor. Konselor perlu mengajari konseli bahwa dia bisa mulai membuat
pilihan meskipun konseli boleh jadi telah menghabiskan sebagian besar hidupnya
untuk melarikan diri dari kebebasan memilih
- Kecemasan
Kecemasan adalah suatu karakteristik dasar manusia. Kecemasan tidak perlu
merupakan sesuatu yang patologis, sebab ia bisa menjadi suatu tenaga motivasi yang kuat untuk pertumbuhan. Kecemasan
adalah akibat dari kesadaran atas
tanggung jawab untuk memilih. Kebanyakan orang mencari bantuan profesional
karena mereka mengalami kecemasan atau depresi. Banyak konseli yang memasuki
kantor konselor disertai harapan bahwa konselor akan mencabut penderitaan
mereka atau setidaknya akan memberikan formula tertentu untuk mengurangi
kecemasan mereka. Konselor yang berorientasi eksistensial, bagaimanapun,
bekerja tidak semata-mata untuk menghilangkan gejala-gejala atau mengurangi
kecemasan. Sebenarnya, konselor eksistensial tidak memandang kecemasan sebagai hal
yang tak diharapkan. Ia akan bekerja dengan cara tertentu sehingga untuk
sementara konseli bisa mengalami peningkatan taraf kecemasan.
Pertanyaan-pertanyaan yang bisa diajukan adalah: Bagaimana konseli mengatasi
kecemasan? Apakah kecemasan merupakan fungsi dari pertumbuhan ataukah fungsi
kebergantungan pada tingkah laku neurotik? Apakah konseli menunjukkan
keberanian untuk membiarkan dirinya menghadapi kecemasan atas hal-hal yang
tidak dikenalnya? Kecemasan adalah bahan bagi konseling yang produktif, baik
konseling individual maupun konseling kelompok. Jika konseli tidak mengalami
kecemasan, maka motivasinya untuk berubah akan rendah.Kecemasan dapat
ditransformasikan ke dalam energi yang dibutuhkan untuk bertahan menghadapi
risiko bereksperimen dengan tingkah laku baru. Implikasi-implikasi konseling
bagi kecemasan. Kebanyakan orang mencari bantuan profesional karena mereka
mengalami kecemasan atau depresi banyak klien yang memasuki kantor konselor
disertai harapan bahwa konselor akan mencabut penderitaan mereka atau
setidaknya akan memberikan formula tertentu untuk mengurangi kecemasan mereka.
Konselor yang berorientasi eksistensial tidak semata-mata untuk menghilangi
gejala-gejala atau kecemasan. Konselor eksistensial tidak memandang kecemasan
sebagai hal yang tidak diharapkan. Kecemasan adalah bahan bagi konseling yang
produktif baik konseling individual maupun konseling kelompok. Kecemasan dapat
ditransformasikan kedalam energi yang dibutuhkan untuk bertahan menghadapi
resiko bereksperimen dengan tingkah laku baru.
- Penciptaan Makna
Manusia
itu unik, dalam artian bahwa dia berusaha untuk menemukan tujuan hidup dan
menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan. Pada
hakikatnya manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya dalam
suatu cara yang bermakna, sebab manusia adalah makhluk rasional. Kegagalan
dalam menciptakan hubungan yang bermakna dapat menimbulkan kondisi-kondisi
keterasingan dan kesepian. Manusia juga berusaha untuk mengaktualkan diri yakni
mengungkapkan potensi – potensi manusiawinya sampai taraf tertentu.
Tema-tema dan dalil-dalil utama eksistensial : penerapan-penerapan pada
praktek terapi
Dalil 1 : Kesadaran diri
Manusia memiliki
kesanggupan untuk menyadari diri yang menjadikan dirinya mampu melampaui situasi
sekarang dan membentuk basis bagi aktivitas-aktivitas berpikir dan memilih yang
khas manusia. Kesadaran diri membedakan manusia dengan makhluk-makluk lain.
Pada hakikatnya, semakin tinggi kesadaran diri seseorang, maka ia semakin hidup
sebagai pribadi. Meningkatkan kesadaran berarti meningkatkan kesanggupan
seseorang untuk mengalami hidup secara penuh sebagai manusia. Peningkatan
kesadaran diri yang mencakup kesadaran atas alternatif-alternatif,
motivasi-motivasi, factor-faktor yang membentuk pribadi, dan atas tujuan –
tujuan pribadi, adalah tujuan segenap konseling.
Dalil 2 : Kebebasan dan tanggung jawab
Kebebasan
adalah kesanggupan untuk meletakkan perkembangan di tangan sendiri dan untuk
memilih di antara alternatif – alternatif. Pendekatan eksistensial meletakkan
kebebasan, determinasi diri, keinginan dan putusan pada pusat keberadaan
manusia. Tugas terapis adalah membantu kliennya dalam menemukan cara-cara klien
sama sekali menghindari penerimaan kebebasannya, dan mendorong klien itu untuk
belajar menanggung resiko atas keyakinannya terhadap akibat penggunaan
kebebasannya.
Dalil 3 : Keterpusatan dari kebutuhan akan
orang lain
Kita
masing-masing memiliki kebutuhan yang kuat untuk menemukan suatu diri, yakni
menemukan identitas pribadi kita. Kita membutuhkan hubungan dengan
keberadaan-keberadaan yang lain. Kita harus memberikan diri kita kepada orang
lain dan terlibat dengan mereka.
Keberanian
untuk ada. Usaha menemukan inti dan belajar bagaimana hidup dari dalam
memerlukan keberanian. Kita berjuang untuk menemukan, untuk menciptakan, dan
untuk memelihara inti dari ada kita.
Pengalaman
kesendirian. Bahwa kita memikul tanggung jawab atas pilihan-pilihan kita
berikut hasil-hasilnya, bahwa komunikasi total dari individu yang satu dengan
individu yang lainnya tidak pernah bisa dicapai, bahwa kita adalah
individu-individu yang terpisah dari orang lain, dan bahwa kita adalah unik.
Pengalaman keberhubungan.
Bahwa kita bergantung pada hubungan dengan orang lain untuk kemanusiaan kita,
dan kita memiliki kebutuhan untuk menjadi orang yang berarti dalam dunia orang
lain, yang mana kehadiran orang lain penting dalam dunia kita, dan kita
memperbolehkan orang lain memiliki arti dalam dunia kita, maka kita mengalami
keberhubungan yang bermakna.
Dalil 4 : Pencarian makna
Terapi
eksistensial bisa menyediakan kerangka konseptual untuk membantu klien dalam
usahanya mencari makna hidup. Manusia pada dasarnya selalu dalam pencarian
makna dan identitas diri.
Masalah
penyisihan nilai-nilai lama. Nilai – nilai tradisional
(dan nilai – nilai yang dialihkan kepada seseorang) tanpa disertai penemuan
nilai – nilai lain yang sesuai untuk menggantikannya.
Belajar
untuk menemukan maknadalam hidup. Hidup tidak memiliki
makna dengan sendirinya, manusialah yang harus menciptakan dan menemukan makna
hidup itu. Tugas proses terapeutik adalah menghadapi masalah ketidakbermaknaan
dan membantu klien dalam membuat makna dari dunia yang kacau.
Pandangan
eksistensial tentang psikopatologi. Adanya konsep psikopatologi yang
menyatakan tentang dosa eksistensial yang timbul dari perasaan tidak
lengkap atau dari kesadaran seseorang bahwa tindakan-tindakan dan
pilihan-pilihannya tidak bisa menyatakan potensi-potensinya secara penuh
sebagai pribadi.
Dalil 5 : Kecemasan sebagai syarat hidup
Kecemasan
adalah suatu karakteristik dasar manusia yang mana merupakan sesuatu yang
patologis, sebab ia bisa menjadi suatu tenaga motivasional yang kuat untuk
pertumbuhan.
Kecemasan
sebagai sumber pertumbuhan. Kita mengalami kecemasan dengan
meningkatnyakesadaran kita atas kebebasan dan atas konsekuensi-konsekuensi dari
penerimaan ataupun penolakan kebebasan kita itu.
Pelarian
dari kecemasan. Suatu fungsi dari penerimaan kita atas kesendirian dan,
meskipun kita bisa menemukan hubungan yang bermakna dengan orang lain, kita
pada dasarnya tetap sendirian.
Implikasi-implikasi
konseling bagi kecemasan. Membantu klien untuk menyadari bahwa belajar
menoleransi keberdwiartian dan ketidaktentuan serta belajar bagaimana hidup
tanpa sandaran dapat merupakan fase yang penting dalam perjalanan dari hidup
yang bergantung kepada menjadi pribadiyang lebih otonom.
Dalil 6 : Kesadaran atas kematian dan non
ada
Para
eksistensialis tidak memandang kematian secara negative, dan mengungkapkan
bahwa hidup memiliki makna karena memiliki keterbatasan waktu. Karena kita
bersifat lahiriah, bagaimanapun, kematian menjadi pendesak bagi kita agar
menganggap hidup dengan serius. Ketakuatan terhadap kamatian membayangi mereka
yang takut mengulurkan tangan dan benar – benar merangkul kehidupan.
Dalil 7 : Perjuangan untuk aktualisasi diri
Setiap orang
memiliki dorongan bawaan untuk menjadi seorang pribadi, yakni mereka memiliki
kecenderungan kearah pengembangan keunikan dan ketunggalan, penemuan identitas
pribadi, dan perjuangan demi aktualisasi potensi – potensinya secara penuh.
Jika seseorang mampu untuk mengaktualisasikan potensi-potensinya sebagai
pribadi, maka ia akan mengalami kepuasan yang paling dalam yang bisa dicapai
oleh manusia, sebab demikianlah alam mengharapkan mereka berbuat
C.
TUJUAN-TUJUAN
TERAPEUTIK
ada beberapa
tujuan terapeutik yaitu :
1. Agar
klien mengalami keberadaannya secara otentik dengan menjadi sadar atas
keberadaan dan potensi – potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan
bertindak berdasarkan kemampuannya. Keotentikan sebagai “urusan utama
psikoterapi” dan “nilai eksistensial pokok”. Terdapat tiga karakteristik dari
keberadaan otentik :
a. Menyadari
sepenuhnya keadaan sekarang,
b. Memilih
bagaimana hidup pada saat sekarang, dan
c. Memikul
tanggung jawab untuk memilih.
2. Meluaskan
kesadaran diri klien, dan karenanya meningkatkan kesanggupan pilihannya, yakni
menjadi bebas dan bertanggung jawab atas arah hidupnya.
3. Membantu
klien agar mampu menghadapi kecemasan sehubungan dengan tindakan memilih diri,
dan menerima kenyataan bahwa dirinya lebih dari sekadar korban kekuatan –
kekuatan deterministic di luar dirinya.
D.
HUBUNGAN ANTARA KONSELOR
DAN KLIEN
Hubungan terapeutik sangat penting
bagi terapis eksistensial. Penekanan diletakkan pada pertemuan antar manusia
dan perjalanan bersama alih – alih pada teknik-teknik yang mempengaruhi klien.
Isi pertemuan terapi adalah pengalaman klien sekarang, bukan “masalah” klien.
Hubungan dengan orang lain dalam kehadiran yang otentik difokuskan kepada “di
sini dan sekarang”. Masa lampau atau masa depan hanya penting bila waktunya
berhubungan langsung (Gerald Corey.1988:61).
Konselor
percaya bahwa sikap dasar mereka terhadap klien, karakteristik pribadi tentang
kejujuran, integritas dan keberanian merupakan hal-hal yang harus ditawarkan.
Konseling merupakan perjalanan yang ditempuh konselor dan klien, suatu
perjalanan pencarian menyelidiki kedalam dunia seperti yang dilihat dan
dirasakan klien.
Konselor
berbagi reaksi dengan kliennya disertai kepedulian dan empati yang tidak
dibuat-buat sebagai satu cara untuk memantapkan hubungan terapeutik. May dan
Yalom (1989) menekankan peranan krusial yang dimainkan oleh kapasitas konselor
untuk disana demi klien selama jam terapi yang mencakup hadir secara penuh dan
terlibat secara intens dengan kliennya. Sebelum konselor membimbing klien untuk
berhubugan dengan orang lain, maka pertama-tama harus secara akrab berhubungan
dengan si klien itu (Yalom, 1980).
Inti dari hubungan terapeutik adalah rasa saling
menghormati, yang mencakup kepercayaan akan potensi klien untuk secara otentik
menangani kesulitan mereka dan akan kemampuan mereka menemukan jalan alternatif
akan keberadaan mereka. Sidney Jourad (1971) mendesak konselor untuk mengajak
klien mereka benar-benar menunjukkan keotentikan dirinya melalui perilaku yang
otentik dan pengungkapan diri. Oleh karena itu konselor mengajak klien untuk
tumbuh dengan mencontoh perilaku otentik. Mereka bisa menjadi transparan
apabila dianggap cocok untuk diterapkan dalam hubungan itu, dan sifat
kemanusiaannya bisa menjadi stimulus untuk diambil potensi riilnya oleh klien.
Pola hubungan :
1. Hubungan klien adalah hubungan kemanusiaan.
Konselor berstatus sebagai partner klien, setara dengan klien sehingga hubungannnya
berada dalam situasi bebas tanpa tekanan.
2. Klien sebagai subjek bukan obyek
yang dianalisis dan didiagnosis.
3. Konselor harus terbuka baik
kepribadiannya dan tidak pura – pura.
E.
PROSES KONSELING TEORI KONSELING EKSISTENSIAL -HUMANISTIK
Ada tiga tahap
dalam proses konseling eksistensial-humanistik. Selama tahap pendahuluan,
konselor membantu klien dalam hal mengidentifikasi dan mengklarifikassi asumsi
mereka terhadap dunia. Klien diajak untuk mendefinisikan dan menanyakan tentang
cara mereka memandang dan menjadikan eksistensi mereka bisa diterima. Mereka
meneliti nilai mereka, keyakinan, serta asumsi untuk menentukan kesahihannya.
Bagi banyak klien hal ini bukan pekerjaan yang mudah oleh karena mereka mungkin
pada awalnya memaparkan problema mereka sebagai hamper seluruhnya sebagai
akibat dari penyebab eksternal. Mereka mungkin berfokus pada apa yang orang
lain “jadikan mereka merasakan sesuatu” atau betapa orang lain bertanggung
jawab sepenuhnya akan apa yang mereka lakukan atau tidak lakukan. Konselor
mengajar mereka bagaimana caranya untuk becermin pada eksistensi mereka sendiri
dan meneliti peranan mereka dalam hal penciptaan problem mereka dalam hidup.
Pada tahap
tengah dari konseling eksistensial, klien didorong semangatnya untuk lebih
dalam lagi meneliti sumber dan otoritas dari system nilai mereka. Proses
eksplorasi diri ini biasanya membawa klien ke pemahaman baru dan beberapa
restrukturisasi dari nilai dan sikap mereka. Klien mendapatkan cita rasa yang
lebih baik akan jenis kehidupan macam apa yang mereka anggap pantas. Mereka
mengembangkan gagasan yang jelas tentang proses pemberian nilai internal
mereka.
Tahap terakhir
dari konseling eksistensial berfokus pada menolong klien untuk bisa
melaksanakan apa yang telah mereka pelajari tentang diri mereka sendiri.
Sasaran terapi adalah memungkinkan klien untuk bisa mencari cara pengaplikasian
nilai hasil penelitian dan internalisasi dengan jalan yang kongkrit. Biasanya
klien menemukan kekuatan mereka dan menemukan jalan untuk menggunakan kekuatan itu
demi menjalani eksistensi kehidupannya yang memiliki tujuan.
1.
Penerapan / Aplikasi
Dalam buku Gerald Corey (1988:63), Pendekatan eksistensial
humanistic tidak memiliki tekik – teknik yang ditentukan secara ketat. Prosedur
– prosedur terapeutik bisa diambil dari beberapa pendekatan terapi lainnya.
Metode-metode yang berasal dari terapi Gestah dan Analisis Transaksional sering
digunakan, dan sejumlah prinsip dan prosedur psikoanalisis bisa diintegrasikan
ke dalam pendekatan eksistensial humanistic.
Pengalaman Klien Dalam Terapi eksistensial, klien mampu mengalami secara
subjektif persepsi – persepsi tentang dunianya. Dia harus aktif dalam proses
terapeutik, sebab dia harus memutuskan ketakutan-ketakutan, perasaan-perasaan
berdosa, dan kecemasan – kecemasan apa yang akan dieksplorasikan. Melalui
proses terapi, klien bisa mengeksplorasi alternatif-alternatif guna membuat
pandangan -pandangannya menjadi riel.
Penerapan : Eksistensial Humanistik tepat sekali diterapkan pada anak
remaja yang dikembangkan dalam lembaga pendidikan dan diperlukan untuk
membentuk manusia yang mampu bertanggung jawab dalam mengambil keputusan.
F. TEKNIK MODEL TEORI
KONSELING EKSISTENSIAL - HUMANISTIK
Teknik yang digunakan mengikuti alih
– alih mendahului pemahaman. Karena menekankan pada pengalaman klien sekarang,
para terapis eksistensial menunjukkan keleluasaan dalam menggunakan metode –
metode, dan prosedur yang digunakan oleh mereka bisa bervariasi tidak hanya
dari klien yang satu kepada klien yang lainnya, tetapi juga dari satu ke lain
fase terapi yang dijalani oleh klien yang sama Meskipun terapi eksistensial
bukan merupakan metode tunggal, di kalangan terapis eksistensial dan humanistik
ada kesepakatan menyangkut tugas – tugas dan tanggung jawab terapis. Psikoterapi
difokuskan pada pendekatan terhadap hubungan manusia alih – alih system teknik.
Para ahli psikologi humanistik memiliki orientasi bersama yang mencakup hal –
hal berikut (Gerald Corey.1988:58) :
1. Mengakui pentingnya pendekatan dari
pribadi ke pribadi.
2. Menyadari peran dari tanggung jawab
terapis.
3. Mengakui sifat timbal balik dari
hubungan terapeutik.
4. Berorientasi pada pertumbuhan.
5. Menekankan keharusan terapis
terlibat dengan klien sebagai suatu pribadi yang menyeluruh.
6. Mengakui bahwa putusan – putusan dan
pilihan – pilihan akhir terletak di tangan klien.
7. Memandang terapis sebagai model,
dalam arti bahwa terapis dengan gaya hidup dan pandangan humanistiknya tentang
manusia bisa secara implicit menunjukkan kepada klien potensi bagi tindakan
kreatif dan positif.
8. Mengakui kebebasan klien untuk
mengungkapkan pandangan dan untuk mengembangkan tujuan-tujuan dan nilainya
sendiri.
9. Bekerja ke arah mengurangi
kebergantungan klien serta meningkatkan kebebasan klien.
Menurut Akhmad Sudrajat teknik yang
dianggap tepat untuk diterapkan dalam pendekatan ini yaitu teknik client
centered counseling, sebagaimana dikembangkan oleh Carl R. Rogers.
meliputi: (1) acceptance (penerimaan); (2) respect (rasa hormat);
(3) understanding (pemahaman); (4) reassurance (menentramkan hati);
(5) encouragementlimited questioning (pertanyaan terbatas; dan (6) reflection
(memantulkan pernyataan dan perasaan). (memberi dorongan); (5)
Melalui penggunaan teknik-teknik
tersebut diharapkan konseli dapat (1) memahami dan menerima diri dan lingkungannya
dengan baik; (2) mengambil keputusan yang tepat; (3) mengarahkan diri; (4)
mewujudkan dirinya.
G.
KECOCOKANNYA UNTUK DI TERAPKAN DI INDONESIA
Dari
pembahasan diatas, fokus terapi eksistensial lebih pada pemahaman seorang
individu dari pada penguasaan teknik. Dengan berorientasi pada eksistensialisme
konselor, ada kebebasan untuk menarik dari system lain demi teknik spesifik
yang bisa secara fleksibel digunakan dalam kerja terapeutik dengan populasi
klien yang beraneka ragam latar belakang budayanya. Konselor eksitensial
memiliki teori untuk membimbing intervensi (campur tangan) mereka. Meskipun
mereka asumsikan bahwa menggunakan beraneka ragam teknik dan prosedur yang
tidak terintegrasi yang berlandaskan asumsi yang berbeda-beda tentang
perkembangan manusia bisa lebih banyak membawa mudharat dari pada manfaat,
mereka benar-benar menggunakan beraneka dasar ketrampilan konseling.
No comments:
Post a Comment